Malu Bertanya, Sesat Liputan!

lintaspriangan.com, KELAS WARTAWAN. Masih tentang kisah nyata. Pengalaman ini saya alami ketika bekerja sebagai reporter di Majalah Berita Mingguan GATRA, di awal tahun 2000-an.

Satu saat, saya dan dua reporter GATRA lainnya berdebat. Kami berebut undangan liputan. Sama-sama ingin ditugaskan meliput sebuah kegiatan yang akan digelar di Aula Kampus ITB. Meski banyak undangan liputan yang lain, tapi saya dan dua teman saya sama-sama ingin meliput acara tersebut, sementara undangan hanya berlaku untuk satu orang. Kami sama-sama ngotot, sampai akhirnya harus diputuskan oleh Kepala Biro karena di antara kami tak mencapai mufakat.

“Ini kan hari Minggu. Lokasi kegiatannya di ITB. Rumah yang paling dekat ke lokasi kan dia. Udah dia aja.” Kurang lebih begitu kata Kepala Biro, memberikan tugas liputan itu kepada saya.

Saya tersenyum lebar. Sementara dua teman saya, wajahnya langsung kecut!

Oh ya, kenapa kami sampai berebut undangan liputan tersebut? Alasannya adalah karena topik kegiatannya sangat menarik. Acara tersebut sebetulnya acara biasa, bentuknya seminar ilmiah. Tapi topiknya sangat menarik. Semua kata dalam kartu undangan dari ITB tersebut ditulis dalam bahasa inggris, termasuk topik seminar. Narasumbernya bukan kaleng-kaleng. Selain profesor dari ITB, seminar itu juga menghadirkan profesior dari Jerman.

Memangnya apa topik seminar yang membuat kami sampai berebut? Kurang lebih, topiknya ini: “The New Innovation in Optic Technology”. Kalau diterjemahkan bebas, kurang lebih artinya: “Inovasi Baru dalam Teknologi Optik”.

Anda tahu kenapa saya dan kedua teman saya berebut undangan liputan tersebut? Karena kami sama-sama membayangkan, di seminar tersebut akan didemonstrasikan berbagai inovasi teknologi yang berkaitan dengan kacamata. Mungkin ada kacamata yang tembus pandang, kacamata autofocus, atau kacamata zoom, dan lain sebagainya. Pokoknya, bayangan liar kami beredar di seputar itu.

Tibalah saya di hari liputan. Dengan semangat 45 saya memacu vespa menuju Kampus ITB. Sepanjang perjalanan saya tak berhenti membayangkan, bagaimana serunya nanti di lokasi liputan. Bahkan sempat terbersit harapan, saya akan buat liputan untuk depth news (berita mendalam). Siapa tahu layak untuk mengisi rubrik Liputan Khusus, bukan sekedar Berita Daerah. Kalau bisa jadi Liputan Khusus, lumayan dapat tambahan bonus.

Sesampainya di area Kampus ITB, saya langsung menuju aula tempat seminar berlangsung. Saya masuk ke ruangan besar Aula ITB, masih dengan wajah masih berseri-seri. Saya perhatikan, suasana khusyu, semua yang hadir sedang menyimak paparan rundown yang sedang dibacakan oleh MC. Saya pun segera duduk, dan berusaha keras menyimak semua perkataan MC yang disampaikan dalam bahasa inggris.

Lima menit, sepuluh menit, duapuluh menit, hingga setengah jam berlalu. Apa yang saya bayangkan sebelumnya, semakin lama semakin pudar, sebelum akhirnya menghilang! Ya, bayangan kemarin itu, tentang ada kacamata tembus pandang atau kacamata zoom, punah sudah!

Kenapa bisa? Karena kata optic pada topik, ternyata bukan tentang kacamata. Tapi tentang serat atau kabel optik! Kalau hari ini banyak produk internet seperti IndiHome-nya Telkom menggunakan kabel optik, di tahun itulah teknologi ini sudah mulai dibahas dalam seminar. Dan di waktu itu, kata “optik” belum sepopuler hari ini. Bagi masyarakat umum ketika itu, kata optik paling banter merujuk pada toko kacamata. Mungkin karena iklan masif dari Optik Melawai, toko kacamata yang sudah eksis di Indonesia sejak awal tahun 1980-an.

Kasus yang mirip juga pernah saya alami saat meliput sebuah pameran Batik Kolase di salah satu gedung di Bandung. Saya menganggap sepele, paling seputar kain batik. Ternyata, apa yang saya temui sama sekali di luar pengetahuan yang saya miliki.

Tak ada sehelai pun kain batik pada pameran tersebut. Karya Batik Kolase yang dipajang di sekeliling dinding gedung pameran itu, sepertinya berbahan dasar semen, atau semacamnya. Terigu? Iya kali! Dan yang datang ke pameran tersebut, kemungkinan para seniman. Beberapa diantaranya saya lihat dari luar negeri. Mereka menyengaja datang untuk melihat karya-karya Batik Kolase.

Saya berusaha keras memahami apa itu Batik Kolase. Saya mendekati para seniman itu. Mereka memperbicangkan karya demi karya yang dipajang dalam frame kayu. Salah seorang bule menggeleng-gelengkan kepala ketika membahas salah satu karya yang dipajang.

“Ya Tuhan, apa yang membuat karya ini istimewa. Sampai-sampai Si Bule itu geleng-geleng kepala,” batin saya, pun dengan menggeleng-gelengkan kepala. Hanya bedanya, seniman bule itu geleng-geleng kepala karena takjub, sementara saya karena bingung!

Semisterius itukah Batik Kolase? Bisa jadi ya! Karena ternyata, barusan sebelum saya menyelesaikan tulisan ini, saya coba googling tentang Batik Kolase. Hasilnya, sama sekali tidak ditemukan penjelasan yang sesuai dengan apa yang saya dapati saat liputan sekitar 20 tahun lalu.

Saya sangat ragu untuk bertanya-tanya di dua liputan yang saya ceritakan di atas. Kenapa? Karena pemahaman saya tentang serat optik dan batik kolase nol besar!

Singkat kata, di dua kesempatan itu, liputan saya gagal. Saya merasa seperti sedang tersesat. Bingung mau nulis apa. Saya sama sekali tidak punya gambaran apapun tentang topik liputan. Pokoknya menyedihkan. Atau mungkin lebih tepatnya memalukan! Akhirnya luntang-lantung tak jelas, dan sudah pasti kelihatan sekali begonya.

Dari pengalaman buruk itu saya belajar, bahwa liputan itu bukan sekedar butuh pemahaman dasar tentang teori jurnalistik, tapi juga butuh gambaran mengenai materi apa yang akan kita temui di lapangan. Catat, jangan merasa cukup dengan hanya menerka-nerka, apalagi sampai menyepelekan. Pastikan, apa sebenarnya topik liputan, dari sudut mana kita akan memperdalam, atau pelatuk apa yang jadi alasan. Jangan ragu bertanya pada redaktur, atau ke sesama reporter, atau pada siapapun yang sekiranya faham, agar kita punya gambaran yang cukup sebelum tiba di lokasi liputan.

Seperti kata pepatah, malu bertanya, sesat liputan!

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. Accept Read More