lintaspriangan.com, BERITA TASIKMALAYA. Bagi kaum muslimin bulan Ramadan selalu terasa istimewa. Nuansa religius kerapkali terasa menguat, bahkan jauh-jauh hari sebelum tiba di tanggal 1 Ramadan. Fenomena ini bisa dipastikan terjadi di seantero dunia. Tapi di Indonesia, ada bedanya. Selain bernuansa religius, bagi bangsa ini, Ramadan juga erat kaitannya dengan nilai-nilai kebangsaan. Pernyataan tersebut disampaikan Drs. Ade Hendar, M.M, Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) Kota Tasikmalaya.
“Kalau adanya nuansa religius, saya yakin umat islam di belahan dunia manapun ia berada, pasti merasakan hal serupa. Tapi khusus bagi bangsa Indonesia, Ramadan punya nilai lain. Ini dikarenakan fase-fase perjuangan kemerdekaan Indonesia selalu bertepatan dengan bulan Ramadan,” terang Ade, saat ditemui di ruang kerjanya, Rabu (26/02/2025).
Ade kemudian membagi sejarah perjuangan kemerdekaan ke dalam tiga fase penting. Yang pertama fase perintisan, yang kedua fase pendirian/proklamasi, dan yang ketiga fase mempertahankan kemerdekan. Uniknya, ternyata dalam tiga fase tersebut selalu bertepatan dengan bulan Ramadan.
“Satu lembar daun jatuh saja, ada kuasa Alloh SWT didalamnya. Itu urusan kecil, satu lembar daun. Apalagi urusan sebesar bangsa kita, bangsa dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia. Coba renungkan, kenapa Alloh SWT senantiasa menghadirkan Ramadan di setiap fase-fase penting perjuangan kemerdekaan bangsa ini. Semoga ini jadi salah satu pertanda, Alloh SWT sangat mencintai dan meridai berdirinya NKRI,” tambah Ade.
Ade menuturkan, pada fase perintisan, yakni pada tahun 1908, yang ditandai dengan berdirinya organisasi Boedi Oetomo. Unik memang, karena ternyata, Kongres Pertama organisasi ini dilaksanakan tanggal 3-5 Oktober 1908. Ini bertepatan dengan 7-9 Ramadhan 1326 H.
“Kita harusnya sepakat, tidak akan pernah ada Indonesia yang kita cintai ini jika rasa nasionalisme tidak dirintis oleh Boedi Oetomo. Sebelum berdirinya organisasi tersebut, suku dan bangsa di wilayah nusantara sama sekali tidak pernah merasa berada dalam bingkai persatuan. Leluhur kita memang melawan penjajahan sejak awal tahun 1600, tapi itu dilakukan parsial, dilakukan di masih-masing daerah. Bukan dalam konteks sebuah bangsa yang bersatu. Baru pada 1908 inilah kita mulai merasa punya rasa persatuan. Karena itu, lahirnya Boedi Oetomo dijadikan Hari Kebangkitan Nasional,” terang Ade.
Setelah merintis, tentu fase selanjutnya adalah mendeklarasikan kemerdekaan. Atau yang lebih populer dengan Proklamasi Kemerdekaan. Faktanya, fase kedua ini juga terjadi di bulan Ramadan. Tanggal 17 Agustus 1945 itu bertepatan dengan 9 Ramadan 1364 H.
“Benar-benar unik, mari kita renungkan bersama. Pembentukan PPKI, ini panitia untuk menyiapkan proklamasi, itu dilakukan tepat satu hari sebelum 1 Ramadan. Seolah-olah kita dipersiapkan khusus untuk menyambut Ramadan paling istimewa bagi bangsa kita, karena di dalamnya akan ada proklamasi. Catat ya, saat pembentukan PPKI itu, kita sama sekali belum tahu kapan mau proklamasi. Pemilihan tanggal 17 itu tidak direncanakan jauh-jauh hari. Tanggal tersebut dipilih mendadak, setelah tokoh-tokoh bangsa dibawa oleh para pemuda ke Rengasdengklok,” tegas Ade.
Jadi dari mulai mendiskusikan tangal proklamasi di Rengasdengklok (16/08), penulisan naskah proklamasi (17/08), proklamasi (17/08), pengesahan UUD 1945 menjadi konstitusi negara (18/08), lalu Indonesia membagi wilayah menjadi beberapa provinsi (19/08), semuanya terjadi di bulan Ramadan.
Lalu memasuki fase terakhir, fase mempertahankan kemerdekaan. Masih menurut Ade, berdasarkan penelusuran informasi yang ia lakukan, ternyata Agresi Militer Belanda I itu terjadi tanggal 3 Ramadan 1366 H. Bertepatan dengan tanggal 21 Juli 1947.
“Yang namanya perang kemerdekaan itu, perang setelah kita merdeka. Atau, perang mempertahankan kemerdekaan. Dan momentum Agresi Militer Belanda I itu salah satu momentum kritis yang sangat menentukan, apakah Indonesia bisa tetap merdeka, atau mati muda,” tambah Ade.
Di akhir perbincangan, Ade berpesan khususnya untuk warga Kota Tasikmalaya. Momentum Ramadan yang sudah ada di depan mata, agar dapat dijadikan momentum meningkatkan ketakwaan, sekaligus kecintaan terhadap tanah air.
“Saat merintis, Alloh SWT hadirkan Ramadan untuk Indonesia. Saat berdiri, ketika proklamasi, Alloh juga hadirkan Ramadan. Bahkan saat mempertahankan kemerdekaan, Alloh bekali Indonesia dengan Ramadan. Bangsa ini lahir bersama Ramadan. Maka setiap Ramadan, seharusnya juga memperkuat kecintaan kita pada tanah air kita,” pungkas Ade. (Lintas Priangan)