Korupsi di Desa Terus Meningkat, Ini Pesan Tegas Presiden Prabowo

lintaspriangan.com, BERITA DESA. Perilaku korupsi di desa dari tahun ke tahun terus mengalami tren peningkatan. Kerugian negara mencapai angka triliun rupiah. Dan hingga tulisan ini dibuat, Jumat (07/02/2025), itikad pemerintah desa untuk transparan dan akuntabel perihal anggaran desa masih jauh dari harapan. Setidaknya, begitulah penilaian yang dipaparkan Desapedia, media yang mendedikasikan kontennya khusus tentang desa di Indonesia.
Indonesian Corruption Watch (ICW) pernah merilis catatan tentang korupsi di desa. Dalam catatan tersebut, jelas terlihat bagaimana korupsi di desa, selain terus meningkat, juga konsisten! Dalam arti, peningkatannya selalu terjadi dari tahun ke tahun. Tidak pernah ada grafik yang datar, apalagi menurun. ICW mencatat, terdapat hampir 600 kasus korupsi di desa dalam rentang waktu selama tujuh tahun (2015-2021). Total kerugian negara yang diakubatkan korupsi di desa dalam rentang waktu tersebut hampir menyentuh angka setengah triliun rupiah.
Tren meningkatknya kasus korupsi di desa tetap terjadi pada tahun 2022. Setidaknya ada 155 kasus korupsi di desa yang terungkap di tahun ini. Meski sudah banyak kepala maupun perangkat desa yang dicokok aparat, ternyata kasus korupsi di desa malah meningkat signifikan pada tahun berikutnya. Di tahun 2023, ada hampir 800 kasus korupsi di desa, dengan hampir 1700 orang ditetapkan sebagai tersangka! Tak berhenti sampai di situ, data yang disuguhkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI pun menyuguhkan hal serupa. Dari sekitar 900 korupsi di desa yang terungkap hingga tahun 2024, total kerugian uang negara mencapai Rp. 1,5 triliun!
Miris. Pemerintahan yang seharusnya paling dekat dengan rakyat, justru memberikan kontribusi jumlah kasus korupsi terbesar di negeri ini. Jangan lupa, pemerintahan ini juga berasal dari rakyat, bukan disaring melalui seleksi akademis seperti Tes CPNS.
Lalu, modus apa saja yang biasanya digunakan oleh para oknum di desa? Berdasarkan cermatan dan referensi dari berbagai sumber, setidaknya ada lima modus korupsi di desa, antara lain:
- Penggelembungan atau mark up. Contoh seperti yang dilakukan oleh Abdul Latief Takamokan, yang ketika itu menjabat Kepala Desa Sumbawa, Kecamatan Klimury, Kabupaten Seram Bagian Timur. Ia menggelembungkan angka pembelian sepeda motor, dari Rp. 23.500.000 menjadi Rp. 29.000.000;
- Proyek fitktif. Contoh kasus ini misalnya yang dilakukan oleh Samsu Japarang, Kepala Desa Kaluku, Kecamatan Batang, Kabupaten Jeneponto. Bukti-bukti di persidangan memastikan oknum kades yang satu ini rajin membuat nota/kuitansi fiktif yang sebenarnya tidak ada, seperti pembelian inventaris kursi sebesar Rp. 16.075.000 dan biaya perjalanan dinas sebesar Rp. 1.500.000,-;
- Laporan fiktif. Bentuk dari korupsi yang satu ini biasanya persekongkolan antara perangkat desa dengan penyedia. Contoh seperti yang dilakukan oleh Musdari, yang ketika itu menjabat sebagai Pj. Desa Larpak, Kecamatan Geger, Kabupaten Bangkalan. Ia bersekongkol dengan Moh. Kholil sebagai pelaksana proyek. Keduanya bersepakat membuat laporan fiktif, seolah-olah pekerjaan sudah selesai padahal belum. Saat diperiksa, kerugian negara mencapai Rp. 316.000.000,-
- Penggelapan. Modus yang satu ini intinya memperoleh uang dengan cara sah, tapi menyelewengkan penggunaannya. Contoh yang masih hangat terjadi seperti yang dilakukan perangkat desa berinisial AR, Bendaraha Desa Pageralam, Kecamatan Taraju, Kabupaten Tasikmalaya. Ia menarik Dana Desa, dan menggunakannya untuk judi online hingga sekitar Rp. 255.000.000!
- Penyalahgunaan Anggaran. Dalam modus ini, si pelaku menarik dana untuk anggaran A, tapi malah digunakan untuk kebutuhan lain. Contoh kasusnya, seperti yang dilakukan Kepala Desa Taraweang, Kecamatan Labakkang, Kabupaten Pangkep. Mereka mencairkan uang bantuan untuk masjid sebesar Rp. 20.000.000, tapi malah digunakan untuk membayar utang pribadi kepala desa.
Lima kepala desa dalam contoh di atas, semuanya berakhir di Hotel Prodeo. Karir politiknya habis, citranya hancur berantakan di mata warga masyarakat.
Meningkatnya tren korupsi di desa ini kemudian menarik perhatian Presiden Prabowo Subianto. Dalam momentum Hakordia yang digelar akhir tahun 2024 lalu, Presiden Prabowo Subianto menitip pesan tegas, ia tidak akan memberikan celah toleransi untuk tindak korupsi, karena korupsi adalah kejahatan luar biasa yang bisa menghancurkan bangsa dan negara. (Lintas Priangan)