Semua Kena Prank: Pembuang Bayi di Salopa Ternyata Si Penemu Bayi

lintaspriangan.com, BERITA TASIKMALAYA. Tasikmalaya kembali digegerkan oleh sebuah kejadian yang awalnya membuat warga Kampung Panyiraman, Desa Banjarwangi, Kecamatan Salopa, terheran-heran. Bukan hanya karena ada bayi di Salopa yang ditemukan tergeletak di teras rumah dalam kantong plastik hitam, tetapi karena fakta lanjutan yang terungkap justru jauh lebih tak terduga dari dugaan siapa pun.
Semula, warga berbondong-bondong mendatangi rumah itu setelah mendengar suara teriakan panik dari seorang perempuan yang mengaku baru saja “menemukan” bayi. Suasana dini hari yang biasanya sepi seketika pecah jadi hiruk-pikuk. Beberapa warga langsung menggendong bayi tersebut, sebagian lain menghubungi polisi, dan sisanya sibuk memastikan bayi itu selamat.
Warga bahkan sempat murka terhadap pelaku pembuangan yang mereka bayangkan sebagai seseorang yang tega melepaskan darah dagingnya begitu saja. Namun, semua itu berubah setelah polisi turun tangan dan melakukan penyelidikan.
Fakta Berbalik di Tangan Penyidik
Satuan Reserse Kriminal Polres Tasikmalaya mulai merangkai ulang kejadian setelah menemukan sejumlah kejanggalan. Pada Selasa, 2 Desember 2025, teka-teki yang sejak awal terasa ganjil akhirnya menemukan ujungnya. Kasat Reskrim Polres Tasikmalaya, AKP Ridwan Budiarta, mengungkapkan sesuatu yang membuat warga dan polisi sama-sama terkejut.
Orang yang pertama kali berteriak panik, yang juga seorang janda pemilik rumah, ternyata bukan penemu bayi, melainkan ibu kandung bayi tersebut sendiri. Skenario “pembuangan bayi” itu adalah rekaannya sejak awal.
“Ia merencanakan semua ini. Dari meletakkan bayi di teras sampai berpura-pura panik,” ujar Ridwan.
Pernyataan itu sontak mengubah arah cerita. Apa yang awalnya dikira aksi tak berperi-kemanusiaan, justru merupakan drama seorang ibu yang terjepit dalam rasa takut dan tekanan batin.
Takut, Malu, dan Terlalu Banyak yang Dipikirkan
Hasil pemeriksaan mengungkap alasan yang melatarbelakangi aksi dramatis tersebut. Sang ibu sedang berada dalam kondisi psikologis yang tidak stabil. Ia ditinggalkan calon suaminya tak lama sebelum melahirkan, dan ketakutan menghadapi pandangan keluarga serta tetangga membuatnya mencari jalan pintas.
Ia tak tega membiarkan bayinya terlantar, tetapi juga tak siap mengakui kelahiran itu secara langsung. Alhasil, ia memilih jalan tengah yang menurutnya paling aman: meletakkan bayi di tempat yang pasti ditemukan, lalu memainkan peran sebagai penemu.
Ridwan menambahkan, pihak kepolisian tidak tergesa-gesa menyimpulkan motif tunggal. Mereka masih menyelidiki apakah pelaku awalnya berniat tetap merawat bayinya diam-diam setelah situasi mereda, atau apakah ini upaya untuk benar-benar melepaskan tanggung jawab sebagai ibu.
Yang jelas, tindakan itu bukan sekadar drama; di baliknya ada tekanan emosional yang berat.
Prioritas: Kondisi Ibu dan Bayi
Saat ini, fokus utama aparat bukan hanya memproses kasus tersebut, tetapi juga memulihkan kondisi ibu dan bayinya. Berdasarkan pemeriksaan medis, bayi di Salopa itu dalam kondisi sehat dan dirawat secara intensif. Sang ibu, yang berada dalam kondisi psikis rentan, menjadi perhatian utama tim gabungan dari kepolisian, tenaga medis, UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA), serta KPAI.
“Kita tahu dia sedang dalam tekanan besar. Pemulihan fisik dan psikis menjadi prioritas,” kata Ridwan.
Koordinasi lintas lembaga ini memastikan hak-hak keduanya tetap terpenuhi—baik secara hukum, kesehatan, maupun perlindungan sosial.
Drama yang Mengguncang Tasikmalaya
Kasus bayi di Salopa ini menjadi salah satu peristiwa paling mengejutkan jelang akhir tahun. Warga yang semula marah kini lebih banyak menggelengkan kepala, sebagian simpati, sebagian lagi tak percaya ada drama serumit itu terjadi di kampung mereka.
Apa pun hasil penyelidikan selanjutnya, kisah ini mengingatkan satu hal: di balik tindakan yang tampak aneh, kadang ada seseorang yang sedang berjuang sendirian menghadapi tekanan hidup yang tak tampak di permukaan. (AS)




