Warga Dusun Galumpit Sodonghilir Tasikmalaya Patut Diacungi Jempol

lintaspriangan.com, BERITA TASIKMALAYA. Warga Dusun Galumpit, Kecamatan Sodonghilir, Kabupaten Tasikmalaya, memperlihatkan wajah asli solidaritas kampung yang nyaris tak lekang oleh zaman. Tanpa komando panjang, tanpa keluhan berisik, mereka turun tangan langsung membersihkan material longsor yang menutup jalan penghubung Galumpit–Puspahiang.
Longsor terjadi pada Kamis, 4 Desember 2025, setelah hujan deras mengguyur kawasan perbukitan Sodonghilir sejak sore hingga malam. Jalan utama yang sehari-hari menjadi nadi aktivitas warga tertutup tanah. Akses terputus. Aktivitas tersendat. Namun tak ada keributan, apalagi drama berlebihan.
Alih-alih menunggu, warga Dusun Galumpit memilih bangkit.
Pada Minggu, 7 Desember 2025, sejak pagi hari, suara cangkul dan sekop mulai terdengar. Kepala Dusun Galumpit, Nurul, tampak berdiri di tengah barisan warga. Bukan sebagai komandan berseragam, melainkan sebagai sesama warga yang ikut memanggul karung dan menyerok tanah.
Dari foto kegiatan yang beredar di media sosial, terlihat jelas bagaimana warga Dusun Galumpit benar-benar kompak. Dari anak-anak muda hingga warga lanjut usia, semuanya turun langsung ke lokasi bencana. Tidak ada yang berdiri sebagai penonton. Tidak ada yang sekadar mengarahkan. Semua terlibat. Semua kotor. Semua basah oleh lumpur yang sama. Pemandangan itu bukan hanya menyentuh, tapi juga memperlihatkan watak asli sebuah kampung yang bekerja tanpa banyak bicara.
Kalau menunggu bantuan dari pemerintah daerah, bukan mustahil roda kehidupan bisa berhenti lebih lama. Mungkin karena itu, warga memilih bergerak bersama meski sekadarnya.
Material longsor diangkut perlahan. Tanah dimasukkan ke karung. Bebatuan digeser. Tidak ada alat berat, tidak ada helm proyek. Yang ada hanya tekad dan ketahanan khas kampung.
Tumpukan tanah longsor yang lumayan menggunung itu seolah kehilangan wibawanya ketika dihadapi bersama-sama. Gundukan yang semula tampak berat dan melelahkan perlahan menyusut oleh tangan-tangan warga. Meski hanya bermodal cangkul, sekop, dan karung seadanya, beban itu terasa lebih ringan karena dikerjakan dalam satu tarikan napas yang sama: kebersamaan.
Hingga siang hari, sebagian besar badan jalan berhasil dibersihkan. Kendaraan roda dua sudah bisa melintas, meski warga tetap saling mengingatkan agar pengendara berhati-hati. Tanah masih basah. Permukaan jalan masih labil. Licin.
Gotong Royong yang Punya Makna Lebih dari Sekadar Bersih-Bersih
Apa yang dilakukan warga Dusun Galumpit Sodonghilir bukan sekadar kerja bakti biasa. Di balik gerakan sederhana itu, tersimpan pelajaran sosial yang hari ini mulai jarang ditemukan: inisiatif, kebersamaan, dan ketenangan dalam menghadapi musibah.
Rencana mendatangkan alat berat sempat dipertimbangkan. Namun setelah melihat kondisi kontur tanah yang labil, rencana itu dibatalkan. Warga khawatir buldoser justru memperparah kerusakan badan jalan.
Pilihan pun jatuh pada cara lama: gotong royong.
Tanpa teriakan menyalahkan siapa pun. Tanpa spanduk protes. Tanpa nada satire. Tanpa menanam batang pisang di tengah jalan. Semua berjalan dalam sunyi yang produktif. Barangkali inilah yang membuat banyak orang yang menyaksikan peristiwa ini memberikan acungan jempol.
Wajah Tasikmalaya dari Sudut yang Jarang Tersorot
Sodonghilir, khususnya Dusun Galumpit, memang jauh dari pusat keramaian Tasikmalaya. Namun dari desa seperti inilah wajah asli Tasikmalaya kerap terlihat. Mereka tenang, tangguh, dan tidak gemar gaduh.
Gotong royong yang dilakukan warga Galumpit menjadi pengingat bahwa kekuatan masyarakat tidak selalu lahir dari fasilitas mewah atau proyek besar. Ia justru tumbuh dari kepedulian kecil yang dilakukan bersama-sama.
Hari ini jalan Galumpit–Puspahiang memang belum sepenuhnya pulih. Tapi semangat warganya sudah lebih dulu kembali utuh.
Dan di tengah zaman yang mudah ribut karena hal kecil, cara warga Dusun Galumpit Sodonghilir Tasikmalaya menghadapi musibah ini memang patut diacungi jempol. Sepakat? (AS)




