Dunia

Syarat Unik Calon Presiden di Dunia: Dari Nonpartisan hingga Pengalaman Mentereng

Syarat calon presiden di dunia, dari nonpartisan Singapura hingga pengalaman mentereng sektor publik.

lintaspriangan.com, BERITA DUNIA. Menjadi presiden bukan sekadar ambisi politik, melainkan amanah besar yang menuntut syarat ketat. Dari Singapura hingga negara lain, setiap calon kepala negara harus memenuhi kualifikasi yang tak main-main, bahkan beberapa di antaranya tergolong unik dan sangat spesifik.


Syarat Calon Presiden dan Standar Kepemimpinan Modern

Menjadi presiden berarti memikul tanggung jawab besar terhadap arah bangsa dan masa depan rakyat. Di Indonesia, syarat calon presiden telah diatur secara jelas melalui Undang-Undang, namun di berbagai negara lain, aturan ini memiliki variasi yang menarik.

Sama seperti pepatah “pandai meniti buih, selamat badan sampai ke seberang,” seorang pemimpin tertinggi negara harus memiliki kecermatan, kebijaksanaan, serta kehati-hatian dalam bertindak. Oleh karena itu, banyak negara menerapkan syarat calon presiden yang lebih dari sekadar administratif—mereka menuntut kualitas moral, pengalaman, dan independensi politik.

Di tengah meningkatnya kesadaran publik terhadap pentingnya tata kelola negara yang bersih, berbagai kriteria tersebut juga menjadi refleksi dari nilai-nilai integritas dan profesionalisme dalam kepemimpinan modern. Bahkan, tidak sedikit negara yang menambahkan syarat-syarat khusus demi menjaga kualitas demokrasi dan kredibilitas calon pemimpin.


Singapura: Wajib Nonpartisan dan Berpengalaman

Di kawasan Asia Tenggara, Singapura menjadi contoh negara dengan sistem penyaringan calon presiden yang sangat ketat. Berdasarkan informasi dari Elections Department Singapore, syarat calon presiden di negara tersebut tidak hanya menuntut kematangan usia dan domisili, tetapi juga menekankan independensi politik.

Seorang calon presiden di Singapura harus:

  • Berusia minimal 45 tahun,
  • Telah berdomisili di Singapura setidaknya selama 10 tahun terakhir, dan
  • Tidak menjadi anggota partai politik mana pun pada saat pencalonan.

Ketentuan nonpartisan ini menjadi ciri khas utama sistem kepemimpinan Singapura. Jika sebelumnya seseorang pernah berafiliasi dengan partai politik, maka ia wajib mengundurkan diri sebelum mendaftar sebagai calon presiden.

Langkah ini sudah dipraktikkan oleh tokoh-tokoh penting seperti Tony Tan Keng Yam dan Tharman Shanmugaratnam, dua mantan anggota Partai Aksi Rakyat (PAP) yang mengundurkan diri demi memenuhi syarat tersebut.

Tak hanya itu, calon presiden juga harus lolos verifikasi Komite Pemilihan Presiden (Presidential Elections Committee/PEC) yang menilai integritas, karakter, dan reputasi publik.

Menariknya, Singapura juga mewajibkan setiap calon memiliki pengalaman kerja “mentereng.” Dalam 20 tahun terakhir, kandidat harus memiliki pengalaman di sektor publik atau swasta dengan jabatan setara eksekutif tinggi selama minimal tiga tahun.


Pengalaman Sektor Publik dan Swasta Jadi Penentu

Dalam kategori sektor publik, calon presiden harus pernah menjabat sebagai:

  • Menteri,
  • Ketua Mahkamah Agung,
  • Ketua Parlemen,
  • Jaksa Agung,
  • Ketua Komisi Layanan Publik,
  • Auditor umum, atau
  • Sekretaris Tetap.

Selain itu, seseorang juga dapat memenuhi syarat jika telah menjadi kepala eksekutif lembaga yang tercantum dalam Lampiran ke-5 Konstitusi Singapura, atau menduduki jabatan publik setara selama minimal tiga tahun.

Adapun bagi calon dari sektor swasta, syaratnya tak kalah ketat. Mereka wajib memiliki pengalaman sebagai direktur utama perusahaan besar dengan rata-rata ekuitas pemegang saham minimal 500 juta dolar AS selama tiga tahun terakhir. Tidak hanya itu, perusahaan tersebut juga harus terbukti menghasilkan laba setelah pajak secara konsisten selama periode yang sama.

Baca juga: Syarat Menjadi Presiden di Dunia: Unik, Ketat, dan Sarat Makna Politik

Dengan aturan seperti ini, Singapura ingin memastikan bahwa presiden terpilih memiliki kemampuan manajerial dan pengalaman strategis dalam memimpin organisasi berskala besar—baik di bidang pemerintahan maupun bisnis.


Syarat Calon Presiden dan Refleksi Demokrasi

Menariknya, perbedaan syarat calon presiden di berbagai negara mencerminkan nilai-nilai yang dijunjung tinggi dalam sistem politik masing-masing. Singapura, misalnya, lebih menekankan aspek profesionalitas, integritas, dan pengalaman kerja dibandingkan latar belakang politik.

Sementara di negara lain, seperti Amerika Serikat atau Indonesia, kriteria usia dan kewarganegaraan menjadi aspek utama yang menegaskan hak dan kewajiban politik warga negara. Meski berbeda secara teknis, semuanya memiliki tujuan yang sama: memastikan hanya figur terbaik dan paling berintegritas yang dapat memimpin negara.

Khusus di Singapura, pendekatan yang sistematis dan berbasis meritokrasi ini diharapkan mampu menjaga stabilitas pemerintahan sekaligus memperkuat kepercayaan publik. Dengan demikian, jabatan presiden bukanlah hasil kompromi politik semata, melainkan bentuk pengakuan atas dedikasi dan kemampuan seseorang dalam mengelola kepentingan publik.


Kesimpulan

Melihat berbagai aturan dan kualifikasi tersebut, dapat disimpulkan bahwa menjadi seorang presiden bukanlah perkara sederhana. Baik dari sisi moral, profesionalitas, maupun pengalaman, semua harus terpenuhi secara komprehensif.

Singapura menjadi contoh bagaimana syarat calon presiden dirancang bukan untuk membatasi, melainkan untuk memastikan bahwa setiap pemimpin yang terpilih benar-benar memiliki kapasitas dan integritas tinggi dalam mengemban amanah negara.

Pada akhirnya, kriteria ketat semacam ini diharapkan dapat melahirkan pemimpin yang tidak hanya cerdas dan tegas, tetapi juga mampu menjaga kepercayaan rakyat dan membawa bangsanya menuju kemajuan.

Menjadi presiden butuh integritas dan pengalaman. Singapura mencontohkan seleksi ketat untuk pemimpin berkelas dunia. (Lintas Priangan/Arrian)


Related Articles

Back to top button