Tajuk

Pemkot Tasikmalaya Gagap Prioritas

lintaspriangan.com, TAJUK LINTAS. Pemkot Tasikmalaya gagap prioritas. Ungkapan ini bukan sekadar kritik kosong, tetapi cermin dari kondisi kota hari ini. Alih-alih menyelesaikan masalah mendesak, pemerintah lebih sibuk melanjutkan proyek rumah dinas wali kota. Anggaran miliaran rupiah digelontorkan, sementara rakyat masih berhadapan dengan tumpukan sampah, jembatan rusak, rumah sakit terancam kolaps, hingga pencemaran lingkungan.

Pertama, Sampah yang Tak Kunjung Ditangani

Sampah di Kota Tasikmalaya menumpuk di banyak titik. Kondisi ini menurunkan kualitas lingkungan, memicu bau tidak sedap, dan mengancam kesehatan warga. Ironisnya, masalah sampah belum menjadi fokus utama Pemkot. Padahal, kota yang bersih dan sehat akan jauh lebih bermanfaat bagi warga dibanding rumah dinas mewah untuk wali kota.

Kedua, Jembatan Bantar Gedang Terabaikan

Jembatan Bantar Gedang di Kecamatan Bungursari rusak sejak sembilan bulan lalu. Infrastruktur vital ini seharusnya memudahkan warga menuju sekolah, pasar, dan rumah sakit. Karena pemerintah tidak segera memperbaiki, masyarakat membangun jembatan darurat dari kayu seadanya. Hanya roda dua yang bisa melintas, sedangkan mobil harus memutar jauh. Biaya ekonomi dan sosial pun makin membebani warga.

Ketiga, RSUD dr. Soekardjo Krisis Keuangan

Rumah sakit terbesar di Tasikmalaya, RSUD dr. Soekardjo, kini menghadapi ancaman bangkrut. Jika krisis ini tidak segera ditangani, pelayanan kesehatan akan lumpuh. Antrean pasien semakin panjang, kualitas layanan menurun, dan kelompok miskin kehilangan akses kesehatan. Pemkot mestinya menjadikan penyelamatan RSUD sebagai prioritas utama.

Keempat, Pencemaran dari TPA Ciangir

Limbah TPA Ciangir mencemari aliran sungai yang dipakai warga. Air berubah hitam, ikan mati, dan ekosistem terganggu. Warga sudah lama mengeluh, tetapi solusi dari pemerintah tak kunjung nyata. Janji membuat sistem filtrasi hanya tinggal wacana. Sementara itu, masyarakat tetap hidup dalam ancaman pencemaran setiap hari.

Ironi Rumah Dinas

Di tengah semua masalah itu, Pemkot tetap memilih melanjutkan pembangunan rumah dinas wali kota dengan biaya sekitar Rp 2,6 miliar. Keputusan ini menimbulkan pertanyaan besar: mana yang lebih penting, kenyamanan pejabat atau keselamatan warga? Pemerintah pusat sendiri sudah menginstruksikan efisiensi anggaran. Namun, Pemkot seakan menutup mata dan telinga terhadap peringatan tersebut.

Gagap Membaca Skala Prioritas

Keputusan ini membuktikan bahwa Pemkot Tasikmalaya gagap prioritas. Pemerintah gagal membaca kebutuhan paling mendesak warga. Sampah yang menumpuk tidak segera dibereskan, jembatan rusak dibiarkan, RSUD terancam kolaps, dan pencemaran lingkungan diabaikan. Sebaliknya, proyek rumah dinas justru dijadikan prioritas.

Penutup

Kebijakan Pemkot Tasikmalaya harus segera bergeser. Anggaran rumah dinas bisa dialihkan untuk kebersihan kota, perbaikan jembatan, penyelamatan RSUD, dan penanganan pencemaran. Kepemimpinan sejati lahir ketika pejabat berani mendahulukan rakyat daripada kenyamanan pribadi. Jika pola ini tidak berubah, stigma “Pemkot Tasikmalaya Gagap Prioritas” akan semakin kuat melekat di benak publik. (EH)

Related Articles

Back to top button