Tajuk

Menghindari Pers, Plt Kadis Kominfo Terancam Dilaporkan

lintaspriangan.com, TAJUK LINTAS. Transparansi publik seharusnya menjadi nafas setiap pejabat pemerintah, terlebih bagi mereka yang sudah senior dan hampir memasuki masa pensiun. Seharusnya menjadi teladan profesionalisme dan integritas. Sayangnya, di Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Kota Tasikmalaya, transparansi seolah barang sepele yang bisa diabaikan begitu saja.

Redaksi Lintas Priangan telah menempuh jalur paling mudah: menghubungi Plt Kadis Kominfo, Drs. H. Asep Maman Permana, M.Si., melalui pesan singkat WhatsApp untuk meminta wawancara mengenai dugaan kejanggalan pengadaan di dinas yang dipimpinnya. Tidak ada respons. Bahkan setelah lebih dari 2×24 jam, WhatsApp tetap sunyi, tak ada secuilpun jawaban.

Tidak berhenti di situ, redaksi juga mengirimkan surat permohonan wawancara tertulis, yang dibuat dengan pertimbangan agar Plt Kadis dapat menjawab pertanyaan secara fleksibel dan nyaman. Wawancara tertulis memungkinkan beliau memberikan jawaban dengan waktu lebih leluasa, dibantu stafnya, bahkan tanpa harus bertemu wartawan secara langsung. Jawaban pun bisa dikirim via WhatsApp atau email. Deadline yang tercantum dalam surat adalah hari ini, 10 Desember 2025. Jika sampai hari ini Plt Kadis Kominfo tidak memberikan respons, semua laporan resmi akan dilayangkan oleh Lintas Priangan.

Ini bukan sekadar persoalan wartawan yang kesulitan mendapat komentar. Ini juga soal hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, sebagaimana ditegaskan dalam UU Pers No. 40 Tahun 1999, Pasal 4 Ayat (1), dan dilindungi Pasal 8 bagi wartawan yang menjalankan tugas jurnalistiknya. Setiap kali pejabat publik menutup pintu informasi, hak publik tertunda. Setiap kali pejabat memilih diam, muncul pertanyaan: apakah pengelolaan anggaran dan proyek publik dijalankan dengan akuntabilitas, atau justru diselimuti ketertutupan?

Plt Kadis Kominfo, seorang PNS senior yang tak lama lagi pensiun, seharusnya memberi teladan. Menyulitkan media untuk sekadar mendapatkan jawaban, bahkan dalam format paling mudah sekalipun, bukanlah tindakan yang pantas dicontoh. Malah, sikap ini memberi sinyal yang salah kepada generasi pegawai negeri yang lebih muda, yang bukan mustahil bisa berasumsi “Transparansi itu boleh diabaikan asal posisi sudah tinggi dan pensiun sudah dekat.”

Dalam era digital, tidak ada alasan untuk menutup diri dari publik. Jawaban bisa diketik di kantor, dikirim via WhatsApp atau email, bahkan bisa dibuat berupa rangkuman singkat. Tidak perlu tatap muka, tidak perlu menghadiri wawancara fisik, tidak perlu bertemu wartawan. Tapi yang terjadi dengan Plt Kadis Kominfo Kota Tasikamlaya adalah diam yang konsisten, yang lebih terasa seperti penghalang daripada perlindungan.

Jika hingga hari ini, 10 Desember 2025, Plt Kadis Kominfo tidak memberikan respons, laporan resmi akan disampaikan ke Inspektorat Kota Tasikmalaya, dengan tembusan kepada Wali Kota, Wakil Wali Kota, dan Ketua DPRD. Laporan juga akan disampaikan melalui aplikasi Lapor.go.id, sebagai bentuk penegakan hak pers dan hak publik atas informasi yang seharusnya terbuka. Bukan untuk sensasi, tapi untuk menegaskan satu prinsip sederhana, bahwa pejabat publik bertanggung jawab memberikan informasi kepada masyarakat, bukan menghilang di balik pesan yang tak terbalas.

Jika pejabat publik merasa sibuk, terlalu banyak agenda, Lintas Priangan sudah menyiapkan format paling sederhana dalam bentuk pertanyaan tertulis, jawaban tertulis, tanpa bertemu fisik, tanpa harus repot. Bisa minta sstafnya ketik dan kirim. Jika ini pun dianggap terlalu merepotkan, maka publik berhak bertanya, untuk apa sebenarnya pejabat itu ada? Apakah untuk melayani masyarakat, atau untuk “aman” di balik layar telepon hingga pensiun?

Kota Tasikmalaya membutuhkan pejabat yang komunikatif, bukan yang menghilang di balik WhatsApp. Diam bukan emas. Diam adalah pertanyaan besar yang menunggu jawaban, yang terus menumpuk menjadi kecurigaan publik. Transparansi bukan pilihan, apalagi kemewahan. Transparansi adalah kewajiban, hak, dan tanggung jawab yang harus ditegakkan setiap pejabat publik. Jika diam menjadi jawaban, maka diam itu sendiri adalah catatan buruk yang tak bisa dihapus begitu saja.

Related Articles

Back to top button