Konsumsi Kertas Bappelitbangda Kota Tasikmalaya Capai 2000 Lembar per Hari. Yakin?

lintaspriangan.com, BERITA TASIKMALAYA. Konsumsi atau penggunaan kertas di Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian, dan Pengembangan Daerah (Bappelitbangda) Kota Tasikmalaya patut mendapat sorotan serius. Berdasarkan data yang tersedia di Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SIRUP), pagu anggaran Bappelitbangda untuk kertas dapat mencapai 2000 lembar per hari. Anggaran ini secara garis besar terbagi menjadi dua kegiatan utama: fotokopi dan penjilidan, serta pembelian kertas HVS F4 75 gram.
“Logis kah?” ujar Diki Samani, peminat masalah sosial pemerintahan kepada Lintas Priangan, Minggu (07/09/2025).
SIRUP untuk Transparansi dan Akuntabilitas
SIRUP (Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan) adalah platform yang dikembangkan oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengadaan barang dan jasa pemerintah. Melalui SIRUP, masyarakat dapat mengakses informasi pengadaan barang dan jasa di lingkungan pemerintah. Data yang tercantum dalam SIRUP harus dapat memberikan kejelasan tentang bagaimana anggaran publik digunakan, sekaligus memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk ikut serta dalam memantau proses pengadaan.
Menurut press release dari Humas LKPP Nomor: 1/SP-Ses.3/1/2025, pengumuman Rencana Umum Pengadaan (RUP) dalam SIRUP harus dilakukan setelah disepakati oleh Pemerintah Daerah bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Dengan demikian, SIRUP tidak hanya menjadi alat transparansi, tetapi juga sumber informasi yang dan akuntabilitas yang memungkinkan masyarakat untuk mengawasi secara langsung bagaimana anggaran publik dikelola.
Konsumsi Kertas di Tengah Kebijakan Efisiensi Anggaran
Namun, konsumsi kertas yang mencapai 2000 lembar per hari di Bappelitbangda Kota Tasikmalaya jelas tidak sejalan dengan kebijakan efisiensi anggaran yang seharusnya diterapkan, sebagaimana diatur dalam Permenkeu Nomor 56/2025, tentang Tata Cara Pelaksanaan Efisiensi Belanja. Bahkan, dalam peraturan menteri tersebut, penghematan anggaran untuk kebutuhan alat tulis kantor (ATK) adalah salah satu poin yang disebut pertama kali dalam peraturan efisiensi anggaran.
Sebagaimana yang disampaikan dalam laporan LKPP, setiap instansi pemerintahan diharapkan untuk menekan pengeluaran untuk belanja ATK, yang termasuk kertas, fotokopi, dan penjilidan. Sebaliknya, Bappelitbangda justru mengalokasikan anggaran yang besar untuk kegiatan yang seharusnya sudah dapat diproses secara digital. Ini tidak hanya berisiko terhadap pemborosan anggaran, tetapi juga melawan semangat efisiensi dan digitalisasi yang telah digariskan oleh pemerintah, bahkan bukan mustahil menjadi indikasi kebocoran anggaran.
Konsumsi Kertas dan Indeks SPBE
Menurut Diki, yang lebih ironis lagi adalah fakta bahwa Kota Tasikmalaya berhasil meraih nilai SPBE yang cukup tinggi, yakni 3,96, sedikit lebih tinggi dari rata-rata indeks SPBE Jawa Barat yang tercatat 3,89. Kota Tasikmalaya, dengan angka indeks SPBE yang mengesankan, seharusnya menjadi contoh daerah yang mampu mengoptimalkan teknologi digital dalam pemerintahan mereka. Namun, di tengah klaim kesuksesan tersebut, praktik pengelolaan anggaran di Bappelitbangda justru menunjukkan ketidakcocokan yang mencolok.
“Jika indeks SPBE yang tinggi itu memang mencerminkan penerapan sistem digital dan transparansi yang baik, maka mengapa pengadaan kertas di Bappelitbangda hampir tidak masuk akal? Bukankah seharusnya pengelolaan data dan dokumen bisa dilakukan secara digital tanpa harus tergantung pada kertas?” ujar Diki Samani.
Badan Perencanaan atau Sumber Kebocoran?
Diki mengingatkan bahwa masalah besar yang lebih krusial mungkin ada di balik layar. Menurutnya, Kota Tasikmalaya sebenarnya tidak kurang-kurang amat masalah anggaran, tapi potensi pemborosan dan kebocoran anggaran sangat besar.
“Pantas kalau BPK pernah menyatakan, separuh perencanaan dan penganggaran di pemerintah daerah itu tidak efektif dan menjadi celah kebocoran anggaran sampai 53,95%,” ungkap Diki. (Pernyataan BPK baca di sini)
Menurut Diki, jika hal-hal kecil seperti konsumsi kertas yang tidak masuk akal ini masih terus dibiarkan tanpa ada tindakan nyata, maka jangan harap Kota Tasikmalaya bisa maju ke depannya.
Tantangan bagi Aparat Penegak Hukum
Diki mengingatkan agar aparat penegak hukum lebih jeli dan proaktif dalam menindaklanjuti adanya anggaran yang tidak logis. “Jangan sampai hal seperti ini terus-terusan terjadi. Jika tidak ada pengawasan yang ketat, anggaran yang harusnya digunakan untuk kemajuan daerah malah menjadi ajang bancakan. Gaji dan TPP mereka sudah lebih dari cukup,” tegasnya.
Konsumsi kertas yang berlebihan di Bappelitbangda Kota Tasikmalaya adalah contoh kecil dari pemborosan yang mungkin saja tersembunyi di balik anggaran lainnya. (Lintas Priangan/AA)
Catatan Redaksi:
Lintas Priangan sangat membuka diri jika dari pihak Bappelitbangda Kota Tasikmalaya merasa perlu untuk memberikan penjelasan kepada publik.





