Beberapa Sekolah di Tasikmalaya Menolak MBG, Demi Keamanan Anak

lintaspriangan.com, BERITA TASIKMALAYA. Isu tentang Sekolah di Tasikmalaya Menolak MBG terus ramai diperbincangkan. Sejumlah sekolah di kota ini menolak program Makan Bergizi Gratis karena menilai dapur penyedia belum memenuhi standar keamanan pangan. Mereka juga merasa lebih siap menyediakan makanan sendiri dengan pengawasan langsung dari pihak sekolah.
SMP Al Muttaqin Kota Tasikmalaya menjadi salah satu sekolah yang mengambil langkah tersebut. Pihak sekolah menjelaskan bahwa mereka sudah menjalankan sistem penyediaan makanan bergizi selama lebih dari dua puluh tahun. Dapur sekolah tetap aktif setiap hari dengan tenaga masak tetap dan bahan pangan segar dari pemasok lokal.
“Kami sudah terbiasa memasak untuk siswa. Kami tahu sumber bahan, proses pengolahan, dan standar kebersihan yang kami gunakan. Karena itu, kami tidak bergantung pada pasokan dari luar,” ujar perwakilan sekolah.
Langkah serupa diambil TK, SD, dan SMP Islam Al Azhar 33 Kota Tasikmalaya. Kepala Sekolah Dede Abdul Wahid bersama yayasan dan orang tua siswa menyepakati keputusan untuk tidak ikut program MBG. Mereka menilai keamanan makanan dari dapur pusat belum sepenuhnya terjamin.
“Kami ingin anak-anak makan dengan tenang. Lebih baik kami siapkan sendiri daripada harus khawatir soal proses pengiriman makanan dari luar,” kata Dede.
Pemerintah Kota Bergerak Cepat
Pemerintah Kota Tasikmalaya menanggapi fenomena Sekolah di Tasikmalaya Menolak MBG dengan langkah evaluasi menyeluruh. Sekretaris Daerah Kota Tasikmalaya, Asep Goparulloh, memimpin rapat koordinasi bersama pengelola dapur MBG dan instansi terkait.
Ia menjelaskan bahwa pemerintah tetap menjalankan program MBG sambil memperbaiki sistem keamanan pangan. “Kami tidak memaksa sekolah ikut, tetapi kami ingin memastikan semua dapur MBG memenuhi standar higienis,” ujar Asep.
Saat ini, dari 65 dapur penyedia MBG, sebanyak 35 dapur sudah beroperasi. Pemerintah bekerja sama dengan Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia (HAKLI) untuk melatih para pengelola dan membantu mereka mendapatkan Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS).
Pemkot juga membentuk tim pengawas lintas lembaga yang terdiri dari TNI, Polri, Dinas Kesehatan, BPOM, dan aparat wilayah. Tim ini akan memantau proses penyimpanan, pengolahan, hingga distribusi makanan setiap hari.
“Kami ingin dapur MBG bekerja seperti dapur profesional. Jika semuanya aman dan bersih, sekolah pasti akan ikut kembali,” tambah Asep.
Dukungan Orang Tua
Banyak orang tua siswa mendukung sikap Sekolah di Tasikmalaya Menolak MBG. Mereka merasa lebih tenang ketika sekolah menyiapkan makanan secara mandiri.
“Kalau masak di sekolah, kami tahu siapa yang masak dan bagaimana bahan disiapkan. Itu lebih aman,” ujar seorang wali murid SD Islam Al Azhar 33.
Sebagian orang tua juga mengkhawatirkan proses distribusi makanan dari dapur pusat yang sering memakan waktu lama. Mereka menilai jarak pengiriman dapat menurunkan kualitas makanan dan meningkatkan risiko kontaminasi. Karena itu, mereka mendukung langkah sekolah yang memilih sistem masak di tempat.
Evaluasi Program Nasional
Fenomena Sekolah di Tasikmalaya Menolak MBG menunjukkan tantangan besar dalam penerapan program gizi nasional. Tujuannya baik, tetapi pelaksanaan di lapangan membutuhkan pengawasan ketat.
Pemerintah daerah dan pusat perlu memperkuat manajemen distribusi, mengawasi kualitas bahan pangan, dan mempercepat sertifikasi dapur. Tanpa langkah konkret, kepercayaan masyarakat bisa menurun, dan tujuan peningkatan gizi anak sekolah sulit tercapai.
Sekolah-sekolah di Tasikmalaya tetap mendukung upaya peningkatan gizi, tetapi mereka menuntut pelaksanaan yang aman, higienis, dan transparan. Sikap mereka menjadi pengingat bahwa semangat baik perlu diikuti pelaksanaan yang benar. (GPS)