Hampir 10.000 ASN DKI Jakarta Berpotensi Alami Gangguan Jiwa, Dinkes: Ini Serius!
Dinas Kesehatan DKI mencatat hampir 10.000 ASN berpotensi mengalami gangguan kejiwaan berdasarkan skrining 2024. Gejala meliputi gangguan tidur dan stres emosional. Obesitas dan hipertensi juga tinggi. Pemprov merespons lewat program JakCare dan Jakarta BERJAGA untuk mendorong gaya hidup sehat ASN.

lintaspriangan.com, BERITA NASIONAL. Fakta mengkhawatirkan kembali menyeruak dari lingkungan birokrasi Ibu Kota. Berdasarkan hasil skrining kesehatan jiwa yang dilakukan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta sepanjang tahun 2024, ditemukan bahwa sebanyak 15,03 persen Aparatur Sipil Negara (ASN) menunjukkan indikasi gangguan mental. Jika merujuk pada jumlah total ASN Pemprov DKI Jakarta per Juli 2025 yang mencapai 65.153 orang, maka jumlah tersebut setara dengan 9.772 ASN yang terindikasi mengalami potensi gangguan kejiwaan—angka yang nyaris menyentuh 10.000 orang.
Hasil ini disampaikan langsung oleh Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Ani Ruspitawati, dalam konferensi pers yang digelar di Gedung Balaikota DKI Jakarta, Jumat (19/7/2025). Ani menegaskan bahwa temuan ini bukanlah diagnosis final, tetapi merupakan hasil dari skrining awal menggunakan instrumen Self-Reporting Questionnaire (SRQ-29) dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang memang dirancang untuk mendeteksi gangguan emosional ringan hingga sedang.
“Dari total 9.936 ASN yang menjalani skrining, 15,03 persen menunjukkan potensi gangguan mental, mulai dari gangguan tidur, cemas, mudah marah, hingga kehilangan minat terhadap aktivitas sehari-hari,” ungkap Ani kepada awak media. “Ini adalah sinyal yang harus kita tanggapi secara serius, karena mereka adalah pilar pelayanan publik di Jakarta,” lanjutnya.
ASN di Persimpangan Masalah Mental dan Fisik
Persoalan kesehatan jiwa di kalangan ASN ternyata tidak berdiri sendiri. Dinkes DKI juga mengungkap bahwa 62 persen ASN mengalami obesitas, dengan rincian 40 persen berada di kategori obesitas tingkat I dan 22 persen berada di tingkat II. Selain itu, 27,6 persen ASN menderita hipertensi, 5,7 persen mengalami diabetes, dan 24 persen tercatat dalam kondisi kebugaran rendah.
Masalah ini mencerminkan beban kerja, stres, dan pola hidup yang tidak sehat di kalangan birokrasi. Di tengah tuntutan pelayanan publik yang tinggi, banyak ASN yang justru mengabaikan kesehatan fisik dan mentalnya. Hal ini diamini oleh Ani yang menyebutkan bahwa skrining ini dilakukan justru untuk mendorong deteksi dini agar penanganan bisa dilakukan secara cepat dan tepat.
Intervensi Pemprov: Dari Skrining Hingga Telekonsultasi
Melihat tingginya angka potensi gangguan mental tersebut, Pemprov DKI Jakarta bergerak cepat melalui serangkaian program intervensi. Salah satunya adalah peluncuran layanan telekonsultasi kesehatan mental bernama “JakCare”, yang bisa diakses secara gratis oleh ASN maupun masyarakat umum.
Selain itu, Pemprov juga meluncurkan program “Jakarta BERJAGA” (Berjalan Bersama Jakarta) yang mendorong ASN untuk melangkah minimal 7.500 langkah setiap hari selama 21 hari berturut-turut. Program ini diintegrasikan dengan kegiatan olahraga rutin setiap Jumat pagi dan kebijakan penggunaan transportasi umum setiap hari Rabu untuk meningkatkan aktivitas fisik pegawai.
Pj Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono, dalam kesempatan berbeda, menegaskan bahwa ASN harus menjadi panutan gaya hidup sehat bagi masyarakat. “ASN itu garda terdepan. Kalau mereka tidak sehat, secara mental dan fisik, maka dampaknya akan langsung terasa pada pelayanan publik. Kita harus bergerak bersama, tidak bisa menunggu,” ujar Heru dalam agenda pembukaan Posbindu ASN di Jakarta Selatan, pekan lalu.
ASN Butuh Dukungan Sistemik
Masalah kesehatan mental ASN tidak bisa diselesaikan hanya dengan anjuran olahraga atau cek kesehatan semata. Dibutuhkan pendekatan yang lebih komprehensif—mulai dari peningkatan kualitas lingkungan kerja, manajemen stres, hingga reformasi pola kepemimpinan yang lebih humanis.
Pakar psikologi organisasi dari Universitas Indonesia, Dr. Hendra Martakusuma, mengatakan bahwa tekanan birokrasi modern yang serba cepat dan digital dapat memicu kelelahan psikologis yang tidak disadari. “ASN perlu ruang pemulihan. Jam kerja fleksibel, konseling internal, dan budaya kerja yang suportif harus jadi prioritas,” ujarnya kepada Kompas.
Ancaman yang Tak Kasat Mata
Masalah gangguan kejiwaan di kalangan ASN bukan lagi isu tersembunyi. Ketika hampir 10.000 pegawai negeri terindikasi mengalami gejala mental yang mengganggu produktivitas dan kualitas hidupnya, maka ini menjadi urusan seluruh elemen pemerintahan. Pemprov DKI telah memulai langkah, namun keberlanjutannya sangat ditentukan oleh konsistensi, keseriusan, dan sinergi lintas sektor. Karena pada akhirnya, sehatnya birokrasi adalah cerminan sehatnya pelayanan publik. (Lintas Priangan/AA)