Berita Karawang

Penahanan Ibu Menyusui di Karawang: Bayi Sakit, Publik Soroti Aspek Kemanusiaan

Kasus penahanan ibu menyusui di Karawang menuai kritik publik. Bayi berusia 11 bulan kini sakit akibat terpisah dari ibunya.

lintaspriangan.com, Berita Karawang – Kasus penahanan ibu menyusui di Karawang menggugah empati publik. Seorang perempuan bernama Neni Nuraeni (37), warga Desa Cengkong, Kecamatan Purwasari, dijebloskan ke penjara meski masih menyusui bayi berusia 11 bulan. Bayi yang bergantung pada air susu ibu (ASI) itu kini jatuh sakit, menimbulkan pertanyaan besar tentang kemanusiaan dalam penegakan hukum.


Penahanan Ibu Menyusui Picu Gelombang Keprihatinan

Penahanan ibu menyusui di Karawang ini bermula dari perkara pembiayaan kendaraan bermotor berbasis fidusia. Neni dituduh melanggar Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia dan Pasal 372 KUHP tentang penggelapan. Ia dianggap bertanggung jawab atas mobil yang dikredit atas namanya, namun diduga dialihkan tanpa izin oleh suaminya. Pihak perusahaan pembiayaan kemudian melaporkan perkara tersebut ke Polres Karawang.

Pada awalnya, Neni hanya diperiksa sebagai saksi. Namun statusnya berubah menjadi tersangka, meski kendaraan yang menjadi pokok perkara tidak dikuasainya. Penahanan dilakukan usai sidang di Pengadilan Negeri Karawang pada Selasa, 22 Oktober 2025. Sejak itu, Neni mendekam di Rutan Lapas Kelas II B Karawang. Hingga Selasa, 28 Oktober 2025, ia sudah enam hari terpisah dari bayinya yang kini menderita demam karena tidak mendapat ASI.

Kasus penahanan ibu menyusui ini pun segera viral. Warganet dan aktivis kemanusiaan menilai tindakan tersebut bertentangan dengan prinsip perlindungan anak. Banyak yang mempertanyakan bagaimana sistem hukum bisa mengabaikan hak bayi atas gizi dan kasih sayang ibunya.


Kuasa Hukum Sebut Penahanan Tak Manusiawi

Kuasa hukum Neni, Syarif Hidayat, menyebut langkah aparat penegak hukum sebagai tindakan yang tidak manusiawi. Ia menilai, penahanan kliennya jelas bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, yang menegaskan bahwa negara wajib menjamin hak hidup dan tumbuh kembang anak.

“Sudah enam hari bayi Neni tidak mendapatkan ASI dan kini jatuh sakit. Negara seharusnya hadir melindungi, bukan menambah penderitaan,” ujar Syarif dalam keterangannya, Selasa (28/10/2025). Ia menambahkan, penetapan tersangka terhadap Neni juga dinilai janggal secara hukum karena akta fidusia dibuat oleh notaris di luar wilayah hukum, sementara kendaraan yang dijadikan barang bukti tidak lagi diketahui keberadaannya.

Menurut Syarif, pasal fidusia tidak dapat dicampur dengan ketentuan umum dalam KUHP. “Fidusia adalah lex specialis, artinya memiliki aturan khusus yang tak bisa disamakan dengan penggelapan umum. Ini cacat formil dan tidak sesuai prosedur,” katanya menegaskan.

Kuasa hukum pun telah mengadukan kasus penahanan ibu menyusui ini ke KPAI, Komnas Perempuan, serta Komisi III DPR RI, dengan harapan agar penahanan Neni ditinjau ulang. “Kami tidak menolak proses hukum, tapi hak anak tidak boleh dikorbankan. Ini persoalan kemanusiaan,” tuturnya.


Permohonan Pengalihan Penahanan Dipertimbangkan PN Karawang

Juru Bicara Pengadilan Negeri Karawang, Hendra Kusumawardana, membenarkan bahwa tim kuasa hukum terdakwa telah mengajukan permohonan pengalihan penahanan dengan alasan kemanusiaan. “Permohonan itu sudah diterima dan akan diputuskan pada sidang Kamis, 30 Oktober 2025,” ujarnya kepada wartawan.

Menurut Hendra, pengalihan status tahanan diatur dalam Pasal 21 KUHAP, dan dapat diberikan jika memenuhi syarat objektif dan subjektif. Ia memastikan bahwa pengadilan akan mempertimbangkan aspek hukum dan kemanusiaan sebelum mengambil keputusan.

Sementara itu, di Desa Cengkong, bayi Neni kini dirawat oleh tetangganya, Runi, yang mengaku kewalahan. “Anaknya sering menangis malam-malam mencari ibunya. Kalau dikasih susu formula tidak mau, karena biasa minum ASI,” katanya dengan suara bergetar. Runi menuturkan, sejak hari pertama penahanan, bayi itu rewel dan sulit tidur. “Kasihan sekali. Sekarang sudah enam hari bersama saya,” ujarnya sambil menggendong sang bayi yang mulai lemah.


Kemanusiaan dalam Penegakan Hukum

Kasus penahanan ibu menyusui di Karawang menyoroti dilema antara kepastian hukum dan kemanusiaan. Banyak kalangan menilai aparat terlalu kaku dalam menerapkan hukum tanpa mempertimbangkan situasi khusus yang melibatkan anak kecil. Undang-undang memang memberikan wewenang untuk menahan tersangka, tetapi prinsip keadilan seharusnya juga memuat unsur empati dan kemaslahatan.

Praktik hukum yang tidak sensitif terhadap kondisi perempuan dan anak kerap menimbulkan trauma berkepanjangan. Dalam konteks ini, kasus Neni menjadi cermin penting bagi aparat agar penegakan hukum tidak melulu berorientasi pada prosedur, tetapi juga kemanusiaan.

Kasus penahanan ibu menyusui di Karawang menggugah nurani publik dan membuka wacana penting tentang keadilan yang berkeadaban. (MD)


Back to top button