Beda Lingkungan, Beda Penghargaan

lintaspriangan.com, INSPIRATIF. Hari Jumat, tepatnya tanggal 12 Januari 2007, di Stasiun Kereta Bawah Tanah, New York, Amerika Serikat. Tak seperti biasanya, hari itu ada suasana berbeda yang dirasakan para pengunjung salah satu stasiun kereta tertua dan terbesar di dunia itu.
Pendengaran semua orang yang ada di area stasiun itu, seolah ditarik oleh suara gesekan biola. Hampir satu jam lamanya, alunan biola itu menghibur telinga semua orang di sana. Dan ini bukan permainan biola biasa. Mulai dari speed, dinamika, teknik, menunjukkan si pemain bukan kelas ecek-ecek. Skill pemain ini bahkan mampu menyelesaikan sebuah rangkaian instrumen biola paling rumit di dunia.
Meski umumnya pengunjung stasiun tak tahu persis tentang musik dan biola, namun tetap saja hiburan gratis itu mengundang decak kagum. Ada yang sampai melongo, saking tak percaya melihat kecekatan tangan si pemain biola yang terlihat lihai. Ada yang berdecak dan geleng-geleng kepala. Dan di antara yang melingkar di sekitar pemain biola itu, hampir semuanya merogoh isi kantong mereka. Beberapa uang receh pun terkumpul begitu saja di hadapan pemain biola hebat itu.
Setelah sekitar 45 menit, suara biola itu berhenti. Si pemain biola tampak membungkukkan badan, tanda permainannya sudah usai sekaligus hormat pada puluhan pengunjung stasiun yang menyempatkan diri untuk melingkar di sekitar dirinya. Bungkukkan badan si pemain biola dibalas dengan tepuk riuh penonton. Si pemain biola kemudian mengambil semua uang receh yang ada di hadapannya. Lalu, di tempat yang sudah jauh dari keramaian, ia menghitung semua recehan itu. Walhasil, total uang yang terkumpul sebesar $30, atau sekitar Rp. 500 ribu jika dirupiahkan.
Siapakah pemain biola misterius itu? Para pengunjung stasiun kereta bawah tanah tak ada yang tahu, kalau si pemain biola misterius itu ternyata Joshua Bell, salah seorang pemain biola terbaik di dunia. Tadi ketika di stasiun kereta bawah tanah, mungkin juga tak ada yang tahu, Joshua memainkan beberapa karya musik paling rumit di dunia. Dan biola yang dia gesek, ini juga pasti tidak ada yang tahu, adalah biola seharga 3,2 juta, dollar! Jika dirupiahkan, nilainya sekitar Rp. 52 milyar! Mungkin ini biola termahal yang pernah ada di muka bumi.
Pemain biola terbaik di dunia, memainkan musik terumit, dengan alat musik seharga Rp. 52 milyar. Berapa besar apresiasi yang dia dapat? Hanya sekitar Rp. 500 ribu saja.
Dua hari sebelumnya, ia baru saja menggelar konser di sebuah teater mewah di Boston, Amerika Serikat. Untuk menonton Joshua di teater tersebut, panita membandrol tiket dengan harga $100, berarti sekitar Rp. 1,6 juta per orang. Berapa tiket yang terjual? Sebanyak 2000 lembar tiket ludes terjual. Panitia konser tersebut membayar Joshua Bell sebesar $1000 (sekitar Rp. `16 juta), bukan untuk satu kali konser, tapi per menit! Andai ia bermain selama 45 menit seperti di stasiun kereta api bawah tanah New York, berarti total honor yang ia terima di konser tersebut adalah Rp. 720 juta!
Dua hari lalu, pemain yang sama, dengan skill yang sama, dan alat yang sama, mendapat apresiasi sebesar Rp. 720 juta. Lalu dua hari kemudian, pemain, skill dan alat yang sama, ternyata hanya mendapat apresiasi sebesar Rp. 500 ribu.
Apa yang membuat apresiasi atau penghargaan berbeda? Padahal hal-hal lainnya sama. Ternyata yang paling menentukan adalah lingkungan. Sehebat apapun seseorang, ketika ia berada di lingkungan yang tidak faham dengan kehebatan yang dia miliki, mustahil ia mendapat penghargaan yang setimpal.
So, jika hari ini Anda merasa kurang mendapat penghargaan dari lingkungan Anda, belum tentu kompetensi Anda yang buruk. Karena bisa saja, lingkungan Anda tidak memahami kompetensi yang Anda miliki. Segeralah mencari lingkungan yang sesuai. Karena beda lingkungan, akan beda penghargaan. (Lintas Priangan)