lintaspriangan.com, KLIP JABAR. Terungkapnya kasus korupsi dana iklan di tubuh BJB, hingga hari ini, Jumat (25/04/2025), masih menjadi topik yang hangat diperbincangkan. Bukan sekedar karena besaran dana yang dikorupsinya fantastis, mencapai Rp200 milyar, tapi juga karena proses pengungkapan kasus ini sedang terus berlanjut dan dikembangkan. Nama Ridwan Kamil, belakangan disebut-sebut akan diperiksa lebih lanjut, setelah sebelumnya KPK sempat menggeledah kediaman mantan Gubernur Jawa Barat tersebut.
Diki Sam Ani, peminat masalah transparansi dari Kabupaten Tasikmalaya, bahkan mensinyalir korupsi dana iklan ini sudah lama terjadi. Bukan saja di tubuh Bank Jabar, tapi juga di lingkungan pemerintah daerah.
“Dana atau belanja iklan ini termasuk yang terindikasi kuat jadi bancakan sejak lama. Bukan saja di Bank Jabar, tapi juga di lingkungan pemerintah daerah. Kami memiliki data indikasi-indikasi tersebut, terjadi juga di beberapa daerah di Priangan Timur misalnya,” terang Diki kepada Lintas Priangan.
Menurut Diki, dana belanja iklan kerap dijadikan bancakan karena memang realisasinya tidak terlalu mudah dikontrol. Hal ini membuat dana yang satu ini, sulit dipantau atau tidak terlalu menarik merhatian publik.
“Lain halnya dengan anggaplah pembangunan jalan misalnya, spek dan anggarannya jelas, dan banyak masyarakat yang faham tentang hal tersebut. Atau misalnya belanja pengadaan barang, ini juga kalau bahasa sunda mah nembrak. Publik mudah menilainya. Tapi kalau belanja iklan, memang tidak semudah itu. Faktor inilah yang menurut saya jadi penyebab, dana iklan sering dikorupsi,” terang Diki.
Di Priangan Timur pun demikian. Menurut Diki, beberapa pemerintah daerah terindikasi kuat melakukan korupsi dana iklan, dengan modus yang cukup beragam.
“Modus yang sering terjadi misalnya, belanja iklan ke perusahaan yang bukan perusahaan pers. Jadi perusahaan tersebut tidak memiliki media. Pernah saya cek, ternyata bidang perusahaanya umum, termasuk konstruksi. Ini sudah persekongkolan namanya, hampir bisa dipastikan ada tindak korupsi di dalamnya. Atau, ada juga Pokir Dewan yang dititip di sebuah dinas untuk belanja iklan, nilainya Rp200 juta, realisasinya hanya sebagian. Lebih parah lagi, ada belanja iklan yang penyedianya tidak jelas, PT-nya saja perlu dipertanyakan,” tukas Diki.
Diki mengaku, saat ini dia dan rekan-rekannya sedang melakukan pendalaman melalui cross-check di lapangan. Dan jika indikasi tersebut memang didukung fakta di lapangan, ia tak akan segan mengadukan temuannya ke Aparat Penegak Hukum (APH).
“Saat ini yang datanya kami sudah lengkap ada di tiga pemerintah daerah, salah satunya Kabupaten Tasikmalaya, yaitu satu di Sekretariat Dewan, dan satu lagi di salah satu Badan. Modus yang tadi saya sampaikan, terjadi juga di dua daerah lain di Priangan Timur. Minggu ini kami sudah tahap cross-check ke lapangan. Hasil cross-check tersebut akan menentukan apakah layak dijadikan laporan pengaduan atau tidak. Tapi feeling saya ya, ini gak bener. Fakta lapangan akan memperkuat indikasi,” pungkas Diki. (Lintas Priangan)