Berita Tasikmalaya

Tasik Hub di Persimpangan: Mati Muda atau Berdaya

lintaspriangan.com, TAJUK LINTAS. Tasik Hub mungkin bukan nama baru bagi sebagian pegawai Pemkot Tasikmalaya. Aplikasi layanan publik besutan Dinas Kominfo Kota Tasikmalaya ini pertama kali dirilis pada 2 September 2024, dan terakhir diperbarui pada 29 Oktober 2025. Usianya sudah lebih dari setahun, cukup dewasa untuk dikenal luas, tapi faktanya baru diunduh sekitar 500 kali di Google Play Store. Angka yang, jujur saja, terasa “sunyi” untuk sebuah aplikasi yang digadang-gadang sebagai Super App Kota Tasikmalaya.

Padahal, sosialisasi sudah pernah dilakukan. Setidaknya, jejak di Google dan media sosial menunjukkan adanya kegiatan sosialisasi pada pertengahan November lalu di laboratorium komputer BKPSDM Kota Tasikmalaya. Tetapi, seperti biasa, gosip teknologi di lingkungan birokrasi sering lebih cepat tenggelam dibandingkan bisik-bisik promosi dan mutasi.

Lantas, apakah Tasik Hub layak mati muda atau justru punya potensi berdaya? Redaksi Lintas Priangan mencoba masuk langsung ke aplikasi ini. Hasilnya, ternyata cukup mengejutkan.


Aplikasi yang Relatif Sudah Jadi

Secara teknis, Tasik Hub sudah lebih dari sekadar “coba-coba”. Aplikasi ini ringan, responsif, tidak ditemukan bug berarti, dan proses pendaftaran berjalan mulus. Fitur OTP tersedia melalui WhatsApp atau email. Jarang-jarang aplikasi pemerintah punya flow yang rapi seperti ini. Tampilan layout bersih, tidak penuh warna norak, tidak tabrak-tabrakan, dan terasa profesional. Bahkan aplikasi nasional seperti eKatalog dan OSS RBA saja tidak se-clean ini. Silahkan buka dua website tersebut kalau tidak percaya.

Dari sisi fitur, Tasik Hub ibarat pasar modern: lengkap. Ada sekitar 20 menu, mulai dari administrasi layanan kelurahan, layanan perizinan, informasi harga pangan, regulasi daerah, pajak dan retribusi, ketersediaan ruang rawat semua rumah sakit di Kota Tasikmalaya, lowongan kerja, panggilan darurat, pengaduan publik, pantauan lalu lintas, hingga daftar titik WiFi publik.

Jika semua fitur itu berjalan optimal, Tasik Hub bisa menjadi lompatan besar dalam digitalisasi pemerintah Kota Tasikmalaya.

Sayangnya, kenyataan masih berbeda. Banyak menu yang belum aktif, dan itu wajar karena memang untuk membangun sebuah aplikasi itu perlu waktu. Yang tidak wajar adalah jika aplikasi ini dibiarkan tertatih-tatih tanpa dukungan ekosistem. Sebab konsep dasarnya jelas: aplikasi bisa dibuat Kominfo, tapi keberhasilannya ditentukan banyak faktor di luar Kominfo.


Super App Butuh “Super” Dukungan

Membangun aplikasi sebesar Tasik Hub tentu bukan perkara sepele. Dinas Kominfo Kota Tasikmalaya jelas sudah membuktikan kompetensinya dalam menciptakan fondasi teknis yang matang. Namun, sebagus apa pun fondasi itu, pertanyaannya tetap sama: apakah lingkungan Pemkot siap mendukung?

Setidaknya ada dua penentu masa depan Tasik Hub:

1. Apakah Wali Kota Mendukung Penuh?

Ini hal paling krusial. Tanpa dukungan pimpinan daerah, jangan berharap ada anggaran memadai, arahan tegas pada SKPD lain untuk menyediakan data, apalagi dorongan politik untuk menjadikan Tasik Hub sebagai wajah digital Pemkot Tasikmalaya. Jika wali kota peka dan sadar nilai strategis aplikasi ini, Tasik Hub bisa tumbuh menjadi pusat layanan publik yang sesungguhnya, bukan sekadar nongkrong di Play Store tanpa pemanfaatan yang jelas. Melihat latar belakang wali kota hari ini, apalagi usianya masih muda, seharusnya beliau punya hasrat besar untuk mendorong aplikasi ini jadi berdaya. Tentunya, tanpa harus menunggu banyak bisikan dari kiri-kanan, fokus saja sama orang-orang teknis di Kominfo.

2. Siapa Komandan Kominfo Selanjutnya?

Saat ini posisi Kepala Dinas Kominfo masih dijabat Plt. Padahal, komando dinas ini sangat menentukan kecepatan inovasi. Super app tidak boleh dikomandani oleh sosok yang “jalan santai”. Betul, jabatan kepala dinas itu manajerial. Tapi manajemen tanpa wawasan yang memadai hanya akan membuat sebuah inovasi terduduk di pinggir jalan.

Sederhananya: super app butuh super leader, atau minimal, yang tidak gagap teknologi. Sebagai bagian dari ekosistem digital di Kota Tasikmalaya, Lintas Priangan tentu sangat menunggu siapa yang akan menjadi komandan dinas ini.


Tasik Hub Bisa Menutup Banyak Lubang Digital Kota Tasikmalaya

Jika Tasik Hub didukung penuh, dampaknya bisa sangat luas. Ia bisa menjadi one stop service yang mengisi kelemahan digital SKPD lain, yang hingga kini masih banyak bolongnya. Ambil contoh sederhana: website Dinas Lingkungan Hidup Kota Tasikmalaya, yang terakhir diperbarui Januari 2025. Kurang parah gimana coba? Sepanjang tahun 2025, dinas ini terakhir update kontennya bulan Januari 2025. Punya fasilitas, tapi tidak dimanfaatkan. Padahal, sedikit banyak, langsung maupun tidak, keberadaan website dinas itu memakan biaya.

Bila Tasik Hub aktif secara ekosistem, data dan informasi dari dinas yang lambat sekalipun tetap bisa dipusatkan di sana, selama ada kemauan bekerja sama. Masyarakat tak perlu lagi tersesat dari satu situs lama ke situs lainnya.

Ini sebabnya Tasik Hub sebenarnya punya peluang sangat besar. Akan sangat rugi jika aplikasi yang secara teknis sudah relatif matang ini berakhir sebagai proyek percobaan yang mati muda.


Di Persimpangan Nasib

Hari ini, Tasik Hub berada di simpang genting: mati muda atau berdaya.
Ke arah mana ia melaju, sepenuhnya bergantung pada:

  • keberpihakan wali kota terhadap digitalisasi,
  • keberanian menempatkan kepala dinas Kominfo yang visioner,
  • serta keseriusan setiap SKPD menghidupkan ekosistem datanya.

Karena secanggih apa pun aplikasi, tanpa nyawa ekosistem, ia hanya akan menjadi aplikasi yang diunduh oleh 500 orang. Bukan mustahil angka tersebut sudah termasuk semua karyawan kominfo beserta keluarganya, serta para peserta yang pernah ikut pelatihan.

Tasik Hub jelas punya potensi menjadi wajah baru pelayanan publik Kota Tasikmalaya. Yang belum jelas adalah apakah Wali Kota punya kemauan setara dengan semangat “anak-anak Kominfo?”.

Jika jawabannya “ya”, Tasik Hub bisa berdaya dan membawa perubahan besar.
Jika jawabannya “nanti dulu”, ya… siap-siap saja membaca artikel editorial berikutnya berjudul:

“Tasik Hub: Kronik Sebuah Aplikasi yang Mati Muda.”

Related Articles

Back to top button