Duka Idul Adha Penduduk Gaza

lintaspriangan.com, BERITA DUNIA. “Dulu, Iduladha penuh kegembiraan, anak-anak senang, tapi sekarang, tidak ada tepung, tidak ada pakaian, dan yang lebih buruk lagi, tidak ada daging,” keluh Hala Abu Nqeira, seorang ibu yang mencari bahan pokok di pasar Gaza yang sepi. Iduladha, hari raya yang biasanya dipenuhi dengan kebahagiaan dan tradisi berbagi, kini terasa begitu jauh dari harapan bagi warga Palestina di Jalur Gaza.

Kamis, 5 Juni 2025, seharusnya menjadi momen perayaan bagi umat Islam, di mana mereka mengenang pengorbanan Nabi Ibrahim dengan menyembelih hewan kurban, membagikan dagingnya kepada yang membutuhkan, dan merayakan kebersamaan dengan keluarga. Namun, di Gaza, blokade yang sudah berlangsung lebih dari dua tahun menghalangi masuknya daging segar, sementara krisis pangan semakin memburuk.

Di kamp pengungsian Muwasi, hanya beberapa hewan kurban yang tersisa di kandang darurat, namun harga yang sangat tinggi membuatnya tidak terjangkau bagi sebagian besar keluarga. “Saya bahkan tidak bisa membeli roti, apalagi daging atau sayur,” ujar Abdel Rahman Madi, seorang warga yang terpaksa menahan lapar.

Di tengah kehancuran akibat perang dan blokade, Gaza dilanda kesulitan luar biasa untuk merayakan salah satu hari raya terbesar dalam Islam. Daging segar sudah tidak tersedia selama tiga bulan, dan angka kematian ternak yang sangat tinggi, sekitar 96 persen ternak dan 99 persen unggas, memperburuk ketahanan pangan. Bahkan, 95 persen lahan pertanian di Gaza rusak atau berada di zona militer yang tidak dapat diakses.

Kondisi ini semakin diperburuk oleh pembatasan yang diberlakukan Israel, yang sempat menutup akses bantuan dan makanan selama lebih dari dua bulan. Meski beberapa truk bantuan PBB baru-baru ini masuk, distribusinya terhambat oleh penjarahan dan pembatasan militer.

Namun, meskipun semua tantangan ini, harapan masih hidup di hati banyak warga Gaza. Rasha Abu Souleyma, seorang pengungsi, kembali ke rumahnya yang hancur di Rafah untuk membawa beberapa barang yang tertinggal, termasuk hadiah kecil untuk kedua putrinya: pakaian lama, kacamata plastik merah muda, dan gelang sebagai simbol kasih sayang pada hari raya. “Saya tidak bisa membelikan mereka baju baru atau makanan enak. Dulu saya membawa daging saat hari raya agar mereka senang. Sekarang roti pun sulit,” ujarnya dengan mata berkaca-kaca.

Di tengah reruntuhan, anak-anak Gaza berusaha menikmati hari raya dengan bermain di ayunan darurat yang terbuat dari tali. Meskipun kekurangan dan kesulitan terus menggerogoti kehidupan mereka, semangat untuk merayakan masih ada. Namun, bagi sebagian besar keluarga Gaza, Iduladha kali ini hanyalah sebuah bayangan dari hari raya yang pernah mereka kenal, di mana kebahagiaan dan kegembiraan terasa begitu jauh. (Lintas Prianga/AA)

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. Accept Read More