lintaspriangan.com, BERITA TASIKMALAYA. Momentum pergantian tahun sudah tinggal menghitung hari. Banyak yang sudah punya rencana, kegiatan apa untuk malam tahun baru. Tak terkecuali kalangan muda-mudi. Sebuah informasi dari segmen Gen-Z Tasikmalaya lumayan membuat meja redaksi Lintas Priangan tercengang. Kabarnya, saat ini ada tren negatif yang mulai melanda mereka. Dan, menurut narasumber Lintas Priangan, tak sedikit di antara mereka yang sudah mulai terpengaruhi oleh tren negatif tersebut.
“Ya, lumayan lagi tren sih, karena jadi perbincangan di lingkungan pergaulan kami,” terang Rd (20), yang ditemui Lintas Priangan di salah satu warung kopi di Kecamatan Sukaraja, Minggu (29/12).
Miris. Tren yang dimaksud oleh Rd ternyata adalah “ngamar”, alias check-in dengan lawan jenis untuk melakukan hubungan layaknya suami istri. Menurut Rd, ia dan beberapa teman sepermainannya sudah sering cerita, dan beberapa di antara mereka sudah memiliki rencana ngamar dalam rangka menyambut tahun baru. Termasuk Rd sendiri.
Tambah miris lagi, ketika ternyata tren negatif yang mulai menerpa Gen-Z Tasikmalaya tersebut bisa dilakukan tanpa harus ada komitmen apapun di antara para pelaku. Menurut Rd, ngamar bisa dilakukan setelah kedua pihak sepakat dan dilakukan atas dasar suka sama suka.
“Ya kalau bisa sih ajak pacar sendiri. Tapi ada juga yang pacarnya gak mau diajak, jadi ajak cewek lain aja. Banyak kok yang mau, yang penting suka sama suka,” terang Rd.
Lantaran dilakukan atas dasar suka sama suka, di benak Rd dan kawan-kawan, tren ngamar tersebut tidak boleh berujung pada saling menuntut. Misalnya, si perempuan minta pihak laki-laki untuk bertanggung jawab dan menikahinya.
Namun meski suka sama suka, untuk urusan dana, tetap lebih banyak laki-laki yang mengeluarkan. Meski sesekali, kadang pihak perempuan pun harus merogoh isi dompetnya.
“Maksimal paling punya Rp. 500 ribu. Itu udah kamar, udah jajan, makan. Udah cukup. Tentu laki-laki yang keluar uang. Tapi kalau kurang-kurang dikit, paling si ceweknya bayar sendiri pas makan atau jajan,” papar Rd.
Tren negatif yang mulai melanda Gen-Z Tasikmalaya tersebut memang tidak membutuhkan bajet besar. Hal ini lantaran tempat yang mereka gunakan bukan di hotel atau penginapan. Menurut Rd, di kawasan Kota Tasikmalaya, banyak sekali kost-kostan yang bisa disewa dengan harga murah, dan bisa dalam hitungan jam.
“Banyak. Bisa jam-jaman. Ada yang Rp. 60 ribu juga,” jelas Rd.
Apa mereka tidak takut kena razia? Saat ditanya demikian, Rd mengaku ada rasa takut. Tapi hal tersebut kerap bisa disiasati dengan berkomunikasi dulu dengan pemilik kamar kost. Menurut Rd, biasanya mereka bisa memberikan informasi, apakah akan ada razia atau tidak.
“Ya, yang punya kost pasti kasih informasi, hari ini aman, begitu,” terang Rd.
Tren negatif yang tengah menghantui Gen-Z Tasikmalaya ini mendapat respon dari Pimpinan Ponpes Tarbiyatul Ummah Tasikmalaya, Drs. H. Otong Koswara, M.Si. Menurutnya, tren negatif ini akibat arus globalisasi yang begitu deras dan sulit dibendung. Tanggung jawab globalisasi ini harusnya ada di tangan pemerintah, karena kalau harus dihadapi secara perorangan atau parsial akan cukup sulit.
“Bagi budaya barat misalnya, tren seperti itu mungkin biasa. Di negara mereka, tinggal serumah tanpa nikah juga tidak jadi masalah. Nah, tanpa terasa, budaya seperti itu begitu masif masuk ke Indonesia. Tentu saja melalui berbagai saluran media yang mudah diakses oleh siapapun termasuk kalangan Gen-Z. Ini sudah fenomena global, seharusnya pemerintah ada perhatian serius menangani hal-hal seperti ini,” terang Otong.
Hal senada juga disampaikan oleh Oki Siliwangi, salah seorang pegiat budaya Kota Tasikmalaya. Menurut Oki, pranata keluarga dan sekolah harus jadi garda terdepan dan lebih waspada dalam menjaga generasi penerus bangsa.
“Kita ini hidup dan berkembang di tengah bangsa yang beradab, yang menjunjung tinggi nilai-nilai kodrati manusia. Keluarga dan sekolah tidak boleh abai. Apalagi di era globalisasi, harus lebih waspada terhadap serangan budaya yang tidak sesuai dengan nilai yang kita anut. Jangan terlalu terfokus pada target prestasi akademis. Apa gunanya pintar, jika perilakunya buruk,” tegas Oki.
Khususnya dalam momentum tahun baru yang tinggal beberapa hari lagi, Oki mengajak semua elemen masyarakat untuk sama-sama waspada dan mencegah tren negatif yang mulai mengganggu Gen-Z Tasikmalaya.
“Saya kira, dalam kapasitas kita masing-masing, mari kita sama-sama jaga generasi penerus bangsa. Jangan sampai mereka terjebak oleh tren yang negatif yang sebenarnya akan merusak mereka sendiri,” pungkas Oki. (Irwan Ardiansyah/Lintas Priangan)