Tim Peneliti Pastikan Gunung Padang Dibangun 6.000 SM

Tim peneliti memastikan Situs Gunung Padang berusia 6.000 SM, membuka babak baru sejarah peradaban Nusantara.
Penemuan Ilmiah yang Mengubah Peta Sejarah Nusantara
lintaspriangan.com, BERITA CIANJUR – Tim peneliti Situs Gunung Padang memastikan situs megalitikum di Cianjur, Jawa Barat telah dibangun pada 6.000 Sebelum Masehi. Temuan ini bukan sekadar angka arkeologis, tetapi koreksi terhadap narasi sejarah yang selama ini menganggap peradaban Nusantara baru tumbuh ribuan tahun kemudian. Penelitian menunjukkan Situs Gunung Padang bukan hanya struktur punden berundak, melainkan fondasi peradaban purba yang dibangun bertahap.
Ekskavasi dan Temuan Lapangan
Ketua Tim Peneliti dan Pemugaran Situs Megalitikum Gunung Padang, Ali Akbar, menyampaikan peneliti mengambil sampel dari titik penggalian yang dilakukan beberapa bulan terakhir. Sampel karbon diambil dari teras kelima pada kedalaman empat meter di bawah permukaan situs. “Sampel yang diuji termasuk kandungan karbon dari teras kelima, sehingga diketahui usia struktur terluar,” kata Ali, Minggu di Cianjur.
Penelitian menemukan pondasi berupa bebatuan berbentuk bulat dengan konfigurasi persegi lima. Batuan tersebut tersusun rapi membentuk hamparan. Pola susunan ini bukan hasil alam. Para peneliti menilai batu-batu itu merupakan fondasi buatan yang menjadi dasar struktur lain di atasnya. Temuan pondasi ini mengindikasikan pembangunan situs dilakukan dalam beberapa fase.
Berdasarkan hasil laboratorium, usia situs ditetapkan sekitar 6.000 SM. Ini berarti Situs Gunung Padang lebih tua daripada Piramida Giza di Mesir yang diperkirakan dibangun sekitar 2.500 SM. “Pembangunan situs ini dilakukan secara bertahap. Setelah fondasi terbentuk, dilanjutkan pembangunan struktur di atasnya,” ujar Ali.
Tahap Pemugaran dan Penanganan Struktur
Tim peneliti melanjutkan penelitian dengan pemugaran awal. Sejumlah batuan yang bergeser atau rusak akan dikembalikan ke posisi asal. Proses pemugaran besar dijadwalkan dimulai awal 2026. Ali menjelaskan pemugaran penting untuk menjaga keutuhan struktur berundak yang rentan terpengaruh cuaca, aktivitas manusia, dan pergeseran tanah.

Pada Desember ini, fokus pemugaran diarahkan ke bagian permukaan situs. Batu yang terlepas dari posisinya akan ditata ulang berdasarkan referensi struktur asli. Pemugaran skala besar di awal 2026 akan menyasar bagian pondasi dan lapisan konstruksi yang memerlukan stabilisasi teknis. Pemerintah daerah menyatakan dukungan terhadap langkah pelestarian ini.
Analisis: Makna Temuan Bagi Sejarah Publik
Konfirmasi usia Situs Gunung Padang membawa konsekuensi besar. Temuan ini menempatkan Nusantara sebagai ruang peradaban yang jauh lebih tua dari asumsi dominan akademik. Selama ini, kajian sejarah publik di Indonesia sering bergantung pada referensi peradaban luar. Penetapan usia 6.000 SM menunjukkan pusat budaya lokal sudah memiliki pengetahuan konstruksi, ritual, dan teknik batu besar sejak ribuan tahun sebelum referensi global populer.
Baca juga: Polisi Amankan Pelaku Pembongkaran Makam di Ciamis
Temuan pondasi adalah indikator teknologi. Susunan batu persegi lima dan bentuk bulat bukan produk spontan. Mereka menandai perencanaan struktur, pengangkutan material, dan rekayasa ruang. Bagi publik, ini bukan sekadar kebanggaan arkeologi. Temuan ini membuka pertanyaan baru: bagaimana manusia purba berorganisasi? siapa pemimpin pengerjaannya? dan bagaimana struktur sosialnya?
Konteks Historis dan Relevansi
Situs megalitikum dunia, dari Göbekli Tepe hingga Stonehenge, selalu menjadi ruang kajian lintas disiplin. Peradaban tidak berdiri dari satu titik. Situs Gunung Padang seharusnya berada di jalur penelitian global. Namun dokumentasi Indonesia sering berjalan lambat akibat minim dukungan anggaran dan fragmentasi institusi.
Bila temuan usia 6.000 SM dikukuhkan pada penelitian lanjutan, posisi Gunung Padang akan sejajar—bahkan lebih tua—dari monumen bersejarah dunia. Hal ini memberi peluang riset akademis baru, termasuk rekonstruksi teknologi arsitektur batu purba, pola ritus keagamaan, hingga migrasi populasi.
Dampak Publik dan Tanggung Jawab Pemerintah
Penelitian ini bukan sekadar untuk komunitas ilmiah. Pemerintah perlu menjamin pelestarian Situs Gunung Padang sebagai warisan budaya. Pemugaran tidak boleh tergesa atau sekadar proyek fisik. Kurangnya standar konservasi bisa merusak struktur primer. Pusat riset perlu dibentuk permanen, bukan hanya tim sementara.
Masyarakat lokal harus dilibatkan. Cagar budaya dapat mendorong pariwisata berbasis pengetahuan, bukan sekadar ekonomi instan. Pemerintah daerah wajib menata akses situs, menyediakan panel informasi, dan menjaga aktivitas yang dapat merusak lapisan arkeologis.
Temuan 6.000 SM pada Situs Gunung Padang bukan hanya data laboratorium. Ini penanda bahwa sejarah Nusantara dimulai lebih dini. Pekerjaan berikutnya: memastikan situs tidak kembali tenggelam oleh ketidakpedulian kebijakan.
Penelitian memastikan Gunung Padang dibangun 6.000 SM. Konfirmasi ini menempatkan Nusantara dalam peta peradaban dunia. (MD)





