Berita Ciamis

Sekda Ciamis Ikut Diklatpim I, Demi Karier atau Dishamorni dengan Bupati?

lintaspriangan.com, BERITA CIAMIS. Keikutsertaan Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Ciamis, Dr. H. Andang Firman Triyadi, M.T., dalam Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan Nasional (PKN) Tingkat 1 atau Diklatpim 1 memunculkan berbagai spekulasi di kalangan birokrasi daerah maupun masyarakat. PKN 1 sendiri secara tegas diatur melalui Peraturan Lembaga Administrasi Negara (LAN) Nomor 10 Tahun 2018 tentang Pengembangan Kompetensi Pegawai Negeri Sipil, di mana peserta PKN 1 diperuntukkan bagi ASN yang akan atau sedang menduduki Jabatan Pimpinan Tinggi Madya (Eselon I).

Sementara itu, perlu digarisbawahi, tidak ada formasi jabatan Eselon I di kabupaten, termasuk Kabupaten Ciamis. Formasi Eselon I hanya ada pada organisasi perangkat pemerintah pusat dan provinsi seperti sekretaris jenderal kementerian atau sekretaris daerah provinsi.

Oleh sebab itu, keikutsertaan pejabat eselon II, seperti Sekda kabupaten, pada prinsipnya harus didasari oleh proyeksi mutasi atau promosi ke jabatan yang lebih tinggi. Seleksi pengusulan peserta sangat ketat, demi memastikan pelatihan hanya diikuti oleh ASN dengan kebutuhan organisasi secara konkret—bukan sekadar untuk pengembangan kompetensi pribadi.

Berdasarkan pendalaman materi dan diskusi dengan beberapa narasumber, setidaknya ada dua kemungkinan utama di balik keikutsertaan Sekda Ciamis dalam Diklatpim 1.

Pertama, Sekda Ciamis memang sedang diproyeksikan untuk menempati jabatan di tingkat pemerintahan lebih tinggi. Dengan kata lain, Sekda Ciamis sedang menempuh skema mutasi-promosi, pasti pindah dari Ciamis. Bukan mustahil, ini merupakan bagian dari strategi pemerintah pusat dalam menutup kebutuhan pimpinan di posisi strategis dan memberi peluang karier ASN daerah ke tingkat nasional.

Kemungkinan kedua, keikutsertaan ini bisa juga terkait dinamika internal, seperti ketidakharmonisan relasi kerja, sehingga mendorong Sekda Ciamis untuk membuka jalur pengembangan karier di luar lingkungan pemerintah daerah saat ini.

“Kalau setingkat sekda ada ketidakharmonisan di lingkungan kerjanya lalu dia memilih jalur mutasi-promosi, hampir bisa dipastikan tidak harmonisnya bukan dengan pejabat di bawahnya. Kalau disharmoni dengan yang di bawah, misal dengan kepala dinas, ya kepala dinas yang pindah, kepala dinas yang nggak akan betah, bukan sekda-nya. Jadi andai benar ada ketidakharmonisan, pasti dengan yang di atas, dengan Bupati atau Wali Kota,” jelas Drs. H. Otong Koswara, M.Si., mantan Ketua DPRD Kota Tasikmalaya yang kerap mengamati kebijakan pemerintah daerah di Priangan Timur.

Di sisi lain, memang secara teoritis ASN bisa beralasan mengikuti Diklatpim 1 demi pengembangan diri. Namun, alasan ini bisa diasumsikan bertentangan dengan dua hal mendasar di bawah ini:

Pertama, PKN 1 memang didesain khusus untuk ASN yang akan atau sedang menduduki Jabatan Pimpinan Tinggi Madya (Eselon I). Keikutsertaan ASN tanpa proyeksi jabatan jelas atau kebutuhan organisasi konkret dianggap tidak efektif dan cenderung melanggar semangat regulasi yang ada.

Kedua, biaya pelaksanaan Diklatpim 1 sangat besar, total biaya satu kelas dengan 30 peserta dapat mencapai sekitar Rp1,4 miliar atau sekitar Rp46 juta per peserta, belum termasuk biaya transportasi, pajak, serta akomodasi tambahan. Dalam situasi penghematan anggaran—sebagaimana ditegaskan melalui Surat Edaran Menteri Keuangan Nomor S-37/MK.02/2025 tentang Langkah-Langkah Efisiensi Belanja, yang salah satu pos anggaran yang dipangkas dan diprioritaskan efisiensinya adalah pelaksanaan diklat dan bimtek hingga 29%.

Dengan demikian, apabila pelaksanaan Diklatpim 1 diikuti ASN tanpa proyeksi organisasi yang nyata, jelas tidak selaras, baik dengan prinsip dan ketentuan PKN 1 sebagaimana diatur regulasi, maupun kebijakan efisiensi anggaran pemerintah. Diklat sekelas PKN I idealnya hanya diperuntukkan bagi kebutuhan pemenuhan formasi jabatan yang konkret, bukan semata-mata kepentingan pengembangan diri atau kompetensi pribadi dari ASN yang bersangkutan.

“Diklatpim 1 adalah investasi besar dari sisi anggaran dan kaderisasi, diklat ini bukan kelas seminar sehari, bukan ruang pengembangan diri tanpa proyeksi. Pengiriman ASN tanpa kebutuhan organisasi yang relevan justru berpotensi menjadi pemborosan dan masuk dalam kategori inefisiensi penggunaan anggaran negara,” tambah Otong Koswara.

Redaksi Lintas Priangan telah berupaya melakukan konfirmasi dan membangun komunikasi, baik dengan Sekretaris Daerah Ciamis serta pihak BKPSDM Ciamis guna memperoleh penjelasan resmi terkait topik di atas. Bagaimana tanggapan dan klarifikasi dari keduanya? Nantikan pemberitaan selengkapnya, hanya di Lintas Priangan. (Lintas Priangan/GPS)

Giuliana P. Sesarani

Giuliana Puti Sesarani, S.H. Redaktur Pelaksana Lintas Priangan [lintaspriangan.com]

Related Articles

Back to top button