Pasal 77 (1a) Perpres Baru Pengadaan Barjas, Bukan Memberi Celah Korupsi

lintaspriangan.com, TAJUK LINTAS. Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 46 Tahun 2025, yang mengubah Perpres Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, menghadirkan pembaruan penting. Salah satu yang paling disorot adalah penambahan ayat 1a pada Pasal 77. Ketentuan ini menyatakan bahwa jika ada laporan atau pengaduan tentang penyimpangan atau penyalahgunaan wewenang dalam pengadaan barang/jasa, maka proses penyelesaiannya akan diawali dengan pendekatan administratif.
Hal ini menimbulkan pertanyaan: apakah penambahan aturan ini bisa melindungi tindak pidana? Jawabannya tegas, tidak. Fokus utama dari penambahan ayat ini adalah untuk menghindari kesalahan prosedural yang bisa berujung pada proses hukum yang tidak tepat. Banyaknya aturan dalam pengadaan barang/jasa kadang membuat kesalahan administratif terjadi. Misalnya, kesalahan dalam pengisian dokumen, kesalahan pemilihan skema pengadaan, atau ketidaksesuaian dalam prosedur yang seharusnya tidak sampai diproses secara pidana. Penekanan pada prosedur administratif memberi kesempatan untuk memperbaiki kesalahan tersebut tanpa harus berujung pada tindakan hukum yang berlebihan.
Namun, sangat penting untuk dicatat bahwa tindak pidana tetap harus diproses secara hukum. Jika dalam proses administrasi ditemukan indikasi kuat adanya korupsi, kolusi, atau nepotisme yang merugikan negara, maka laporan tersebut wajib diteruskan ke aparat penegak hukum, seperti kepolisian atau KPK. Selain masyarakat, laporan juga bisa datang dari Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP), seperti Inspektorat di pemerintah daerah. Dengan demikian, peraturan pengadaan barang dan jasa yang baru ini sama sekali tidak membuka ruang bagi praktik korupsi, kolusi dan nepotisme untuk lolos. Indikasi persekongkolan, proyek fiktif, mark-up, tetap harus diproses secara hukum.
Perpres Nomor 46 Tahun 2025 tetap menegaskan komitmen pemerintah dalam memberantas korupsi. Meskipun ada fokus pada penyelesaian administratif. Namun jika ada bukti tindak pidana, proses hukum tetap berjalan sesuai peraturan yang ada. Ini memastikan bahwa pengadaan barang/jasa tetap transparan, adil, dan tidak ada ruang untuk penyalahgunaan wewenang.
Kesimpulannya, meskipun ada penambahan ayat 1a pada Pasal 77, Perpres ini tidak memberi tempat bagi korupsi, kolusi, dan nepotisme. Sebaliknya, peraturan ini bertujuan untuk memastikan kesalahan administratif bisa diperbaiki dengan tepat, sementara tindak pidana tetap akan diproses melalui jalur hukum yang sesuai.