KDM Garap 9 Ruas Tol di Jabar, Anggaran Rp500 Miliar/KM

lintaspriangan.com, BERITA JAWA BARAT. Pemerintah Provinsi Jawa Barat kembali menancap gas di sektor infrastruktur. Di era kepemimpinan Dedi Mulyadi, sebanyak 9 ruas tol di Jabar resmi digarap dalam rentang waktu 2025–2029. Total investasi proyek ini mencapai sekitar Rp135 triliun, dengan rata-rata biaya pembangunan mendekati Rp500 miliar per kilometer—angka yang langsung menyita perhatian publik.
Dengan total panjang mencapai sekitar 266,7 kilometer, pembangunan ini menjadi salah satu paket proyek tol terbesar yang pernah dikerjakan Jawa Barat dalam satu periode kepemimpinan. Bukan sekadar menambah panjang jalan, proyek ini dirancang untuk mengubah pola konektivitas wilayah dari yang selama ini bersifat radial—bertumpu ke Jakarta—menjadi koridor lintas wilayah yang saling terhubung.
Tol di Jabar Dipercepat
Sembilan ruas tol yang digarap tersebar dari kawasan metropolitan hingga wilayah selatan. Ruas-ruas tersebut meliputi Bogor–Serpong via Parung (JORR III), Sentul Selatan–Karawang Barat, Gedebage–Tasikmalaya–Ciamis, Akses Patimban Extend, Caringin–Cisarua, Cikunir–Karawaci (elevated), Sukabumi–Ciranjang, Ciranjang–Padalarang, serta Bandung Inter Urban Toll Road.
Penyebaran ini menandai arah baru Tol di Jabar yang tidak lagi hanya mempercepat arus menuju ibu kota, tetapi juga memperkuat koneksi antardaerah di dalam provinsi. Pemerintah daerah menilai pola lintas wilayah ini penting untuk membuka pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru, khususnya di kawasan yang selama ini kurang tersentuh infrastruktur cepat.
Rp500 Miliar per Kilometer
Rata-rata biaya Rp500 miliar per kilometer bukan tanpa alasan. Sejumlah ruas memiliki tantangan teknis tinggi, mulai dari kontur wilayah, kebutuhan konstruksi layang (elevated), hingga kepadatan kawasan perkotaan. Tiga ruas—Sentul–Karawang Barat, Gedebage–Tasikmalaya–Ciamis, dan Cikunir–Karawaci—bahkan menyerap hampir 70 persen dari total anggaran.
Konsentrasi investasi ini menempatkan ketiga koridor tersebut sebagai tulang punggung baru mobilitas Jawa Barat. Selain menopang kawasan industri dan logistik, ruas-ruas ini juga diharapkan menjadi penghubung strategis antara wilayah utara, tengah, dan selatan Jabar.
Harapan Warga di Balik Angka Triliunan
Di balik angka jumbo dan peta proyek, Tol di Jabar menyentuh kehidupan warga secara langsung. Bagi pelaku usaha kecil di Priangan Timur, rencana Tol Gedebage–Tasikmalaya–Ciamis membawa harapan baru. Asep (41), pemilik usaha makanan olahan, berharap ongkos kirim produknya bisa ditekan. “Kalau jalur cepat ada, distribusi ke kota besar lebih lancar. Waktu tempuh berkurang, biaya juga bisa turun,” ujarnya.
Cerita serupa datang dari sopir logistik di Karawang yang sehari-hari bergelut dengan kemacetan kawasan industri. Bagi mereka, tol baru bukan sekadar fasilitas premium, melainkan efisiensi kerja yang berdampak langsung pada pendapatan.
Target 2027 dan Taruhan Waktu
Pemerintah Provinsi Jawa Barat menargetkan pada 2027 seluruh jaringan jalan—mulai dari tol, jalan nasional, provinsi, kabupaten, hingga desa—terkoneksi dalam kondisi mantap. Target ini disebut sebagai prasyarat lahirnya sirkulasi ekonomi yang lebih merata.
Namun, publik juga mencermati tantangan klasik proyek infrastruktur: pembebasan lahan, konsistensi pendanaan, serta risiko keterlambatan. Dengan skala proyek dan biaya per kilometer yang tinggi, keberhasilan Tol di Jabar sangat ditentukan oleh manajemen waktu dan transparansi pelaksanaan.
Lebih dari Sekadar Jalan
Jika seluruh proyek rampung sesuai jadwal hingga 2029, Jawa Barat akan memiliki wajah baru dalam mobilitas dan logistik. Tol di Jabar tidak lagi hanya soal kecepatan, tetapi tentang arah pembangunan: siapa yang terhubung, siapa yang tumbuh, dan bagaimana manfaatnya dirasakan warga.
Dengan biaya Rp500 miliar per kilometer, proyek ini menjadi taruhan besar. Bagi masyarakat, ukurannya sederhana—apakah tol-tol ini benar-benar mendekatkan jarak, menurunkan biaya, dan membuka peluang hidup yang lebih baik. (AS)


