lintaspriangan.com, KLIP JABAR. Demo Mahasiswa Bandung Tolak Pengesahan RUU TNI: Aksi, Tuntutan, dan Tanggapan. Pada Jumat, 21 Maret 2025, ribuan mahasiswa dan elemen masyarakat di Bandung menggelar demonstrasi besar-besaran menolak pengesahan revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) yang baru saja disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI). Aksi ini berlangsung di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Barat, Jalan Diponegoro, Kota Bandung.
Latar Belakang Aksi
Pengesahan revisi UU TNI oleh DPR RI pada 20 Maret 2025 menuai kontroversi di berbagai kalangan. Salah satu poin yang menjadi sorotan adalah potensi meluasnya peran TNI dalam struktur pemerintahan sipil. Hal ini dikhawatirkan dapat menghidupkan kembali dwifungsi militer yang selama ini dianggap tidak sejalan dengan prinsip demokrasi dan supremasi sipil.
Pelaksanaan Aksi di Bandung
Aksi dimulai pada sore hari dengan massa yang mengenakan pakaian serba hitam. Mereka membawa berbagai spanduk bertuliskan “Kembalikan TNI ke Barak” dan “Tolak UU TNI”. Massa menyampaikan tuntutan agar DPR menarik kembali RUU TNI yang telah disahkan. Mereka khawatir, jika TNI terlibat dalam lembaga sipil, akan berdampak negatif bagi masyarakat.
Seiring berjalannya waktu, situasi di lokasi aksi semakin memanas. Massa berupaya memasuki area Gedung DPRD dan melakukan aksi bakar ban serta melemparkan petasan ke dalam gedung yang dijaga ketat oleh aparat kepolisian. Upaya massa untuk menjebol gerbang gedung juga terlihat, sementara petugas berusaha mengendalikan situasi.
Insiden Kekerasan dan Intimidasi
Dalam peristiwa tersebut, terjadi beberapa insiden yang mengundang perhatian. Seorang jurnalis Kompas.com, Faqih Rohman Syafei, menjadi korban pemukulan oleh massa yang menuduhnya sebagai intelijen. Padahal, Faqih sedang melakukan tugas jurnalistik dengan merekam jalannya aksi. Meskipun menunjukkan kartu pers, situasi semakin memanas hingga ia dianiaya.
Selain itu, laporan dari Amnesty International Indonesia mengungkap bahwa aksi protes di beberapa kota, termasuk Bandung, diwarnai dengan teror, kekerasan, dan intimidasi terhadap aktivis, mahasiswa, dan jurnalis. Penggunaan kekuatan berlebihan oleh aparat, seperti pentungan dan gas air mata, serta tindakan intimidatif lainnya, dianggap melanggar hak asasi manusia dan prinsip demokrasi.
Tuntutan dan Respons
Para demonstran menyampaikan beberapa tuntutan utama, antara lain:
- Mendesak pemerintah dan DPR membatalkan revisi UU TNI yang dianggap tidak transparan dan terburu-buru dalam proses pembahasannya.
- Menjaga prinsip supremasi sipil dan menolak segala bentuk dwifungsi militer dalam struktur pemerintahan.
- Menghentikan penempatan anggota TNI/Polri aktif pada posisi sipil untuk mencegah potensi penyalahgunaan wewenang.
- Mendorong reformasi internal TNI/Polri guna meningkatkan profesionalisme dan akuntabilitas.
- Mengajak seluruh elemen masyarakat dan akademisi untuk menolak kebijakan yang dapat merusak tatanan demokrasi.
Hingga malam hari, massa masih bertahan di depan Gedung DPRD Jawa Barat, terus menyuarakan penolakan terhadap pengesahan UU TNI. Situasi lalu lintas di sekitar lokasi aksi mengalami kemacetan akibat penutupan jalan oleh demonstran.
Pihak kepolisian dan pemerintah daerah mengimbau agar aksi tetap berlangsung damai dan tidak mengganggu ketertiban umum. Meskipun ada insiden kekerasan, aparat berusaha mengendalikan situasi tanpa memperburuk keadaan. Namun, penggunaan kekuatan oleh aparat mendapat sorotan dari berbagai pihak yang menilai tindakan tersebut berlebihan.
Demo mahasiswa dan masyarakat di Bandung menolak pengesahan RUU TNI mencerminkan kekhawatiran atas potensi militerisasi dalam struktur pemerintahan sipil. Aksi ini juga menyoroti pentingnya menjaga prinsip demokrasi dan supremasi sipil. Ke depan, diharapkan dialog konstruktif antara pemerintah, legislatif, dan masyarakat dapat menghasilkan kebijakan yang berpihak pada kepentingan rakyat banyak. (Lintas Priangan)