Menjaga Cover Both Side dalam Berita
- account_circle Admin Lintas Priangan
- calendar_month 9 jam yang lalu
- visibility 3

lintaspriangan.com, KELAS WARTAWAN. Dalam dunia jurnalistik yang ideal, prinsip cover both side bukan hanya sekadar prosedur kerja, tetapi fondasi etik yang tak tergantikan. Frasa ini kerap terdengar dalam ruang redaksi, menjadi jargon yang diulang dalam pelatihan wartawan, namun dalam praktiknya, cover both side justru sering diuji dalam realitas yang kompleks, mendesak, bahkan penuh tekanan.
Lalu, apa sebenarnya makna cover both side, bagaimana cara menjaganya, dan mengapa prinsip ini krusial dalam menjaga integritas jurnalisme?
Memahami Arti Sebenarnya dari Cover Both Side
Secara sederhana, cover both side berarti memberikan ruang dan kesempatan yang adil kepada semua pihak yang terkait dalam sebuah peristiwa atau konflik untuk menyampaikan pandangan atau klarifikasinya. Ini adalah wujud konkret dari prinsip fairness dan balance yang diatur dalam Kode Etik Jurnalistik (KEJ) — khususnya Pasal 1 dan Pasal 3.
🔍 Pasal 1 KEJ: “Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.”
🔍 Pasal 3 KEJ: “Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi.”
Artinya, wartawan tidak boleh hanya memberitakan satu sisi yang menguntungkan narasumber tertentu, apalagi jika pihak lain dirugikan dan tidak diberi kesempatan menjawab.
Contoh Praktik Baik
Jika sebuah berita mengangkat dugaan penyimpangan dana oleh kepala desa, maka selain mengutip sumber dari warga atau aktivis yang melapor, wartawan wajib menghubungi pihak kepala desa tersebut — langsung, melalui kuasa hukum, atau pejabat yang terkait dengannya — untuk dimintai tanggapan sebelum berita ditayangkan.
Jika pihak tersebut belum merespons, maka harus disebutkan secara eksplisit:
“Hingga berita ini ditayangkan, Kepala Desa belum memberikan klarifikasi meskipun sudah dihubungi melalui telepon dan pesan tertulis pada tanggal…”
Kalimat seperti itu penting untuk menunjukkan bahwa wartawan sudah berusaha memenuhi prinsip cover both side meski belum mendapat jawaban.
Mengapa Sering Diabaikan?
Ada beberapa alasan cover both side sering tidak diterapkan, antara lain:
- Deadline yang ketat: Berita harus naik dalam hitungan jam, sementara konfirmasi belum didapat.
- Narasumber tidak responsif: Pihak yang dikonfirmasi sulit dijangkau atau menghindar.
- Agenda tersembunyi: Ada tekanan dari pemilik media, sponsor, atau pihak tertentu untuk mengarahkan pemberitaan.
- Kurangnya pemahaman jurnalis: Terutama wartawan pemula, yang belum sepenuhnya memahami perbedaan antara klarifikasi dan justifikasi. Tak sedikit pula wartawan yang sudah merasa aman dengan hanya melibatkan kata “dugaan” atau “indikasi” dalam pemberitaannya. Padahal, meskipun 10 kata “dugaan” disertakan dalam berita, tapi ketika wartawan tidak memberikan ruang pada semua pihak, bisa dipastikan bakal kalah di sidang etik Dewan Pers.
Menjaga Cover Both Side dalam Praktik
Berikut strategi yang bisa digunakan wartawan agar tetap menjaga prinsip ini:
✔️ Sediakan waktu untuk konfirmasi: Jika tidak mendesak, tahan naskah hingga pihak terkait memberi jawaban.
✔️ Gunakan pendekatan berlapis: Jika narasumber utama tidak bisa dihubungi, hubungi juru bicara, kuasa hukum, atau pejabat lain yang setara.
✔️ Tulis dengan transparan: Jika konfirmasi belum diterima, cantumkan kronologi usaha konfirmasi secara spesifik dan jujur.
✔️ Pisahkan opini dari fakta: Bahkan jika hanya satu sisi yang bicara, hindari kesimpulan yang menghakimi.
✔️ Pelajari isu secara menyeluruh: Wartawan harus paham duduk perkara agar bisa menggali pertanyaan yang setara dan adil ke semua pihak.
Bukan Sekadar Formalitas
Cover both side bukan sebatas kutipan dua arah. Ia adalah pilar integritas jurnalistik, pengaman terhadap gugatan hukum, sekaligus penguat kepercayaan publik terhadap media. Ketika publik tahu bahwa sebuah media adil terhadap semua pihak — bahkan terhadap yang dibenci sekalipun — maka kepercayaan itulah yang akan menjadi modal paling berharga dalam ekosistem informasi yang kian bising dan terpolarisasi.
Wartawan boleh salah, tapi tidak boleh berat sebelah. (Lintas Priangan/AA)
- Penulis: Admin Lintas Priangan