Selalu Ada Waktu untuk BAB

lintaspriangan.com, INSPIRATIF. Ya, selalu ada waktu untuk BAB, alias Buang Aing Besar. Sangat mungkin, kita semua pernah mengalami hal ini. Karena kebelet, akan selalu ada waktu untuk BAB. Tak peduli kita lagi ngapain. Mungkin sedang belajar di dalam kelas. Atau sedang berhadapan dengan klien. Atau mungkin sedang bahagia karena bersisian dengan kekasih. Saat gejala BAB muncul, semua itu kita tinggalkan.

Kira-kira, kenapa selalu ada waktu untuk BAB? Kalau disuguhi pertanyaan seperti sederhana seperti itu, boleh jadi jawabannya beragam. Sebagian mungkin menjawab, karena kalau desakan BAB tidak dipenuhi, kita akan masuk dalam zona bahaya. Atau, karena BAB adakalanya mustahil ditahan-tahan, dan kalau sampai tidak terkendali, bisa sangat memalukan, lalu jadi cerita tentang kita sepanjang hayat.

Apapun alasannya, sebenarnya berkaitan dengan satu hal. Kenapa selalu ada waktu untuk BAB adalah karena alasan risiko. Ya, kepala dan hati kita menyepakati itu, jika desakan BAB dianggap sepele, maka kita akan berhadapan dengan risiko besar. Karena ingin terhindar dari risiko besar itulah, seseorang lebih memilih ketinggalan pelajaran di kelas, meninggalkan peluang cuan yang sedang dibahas bersama seseorang, atau berpisah sejenak dengan kekasih hati. Daripada, mendapat masalah besar gara-gara menahan BAB.

Para pemain sepakbola profesional, selalu menyempatkan BAB beberapa waktu sebelum pertandingan dimulai. Artis dan personil band, melakukan hal yang sama sebelum perform di atas panggung. Siapapun dia, akan mencoba mengkondisikan diri untuk tidak bertemu dengan situasi yang mendesak gara-gara kebelet BAB. Semua ini dilakukan, agar terhindar dari risiko besar BAB.

Tulisan sederhana ini sebetulnya ingin memberikan ilustrasi, bahwa ketika sesuatu kita anggap penting, maka akan ada waktu untuk sesuatu itu. BAB, kita anggap penting. Ada risiko besar kalau kita sepelekan. Karena itulah, akan selalu ada waktu untuk BAB.

Mari kita merenung sejenak. Sepenting apakah bagi Anda tentang menjenguk kepada orang tua? Atau, sesibuk apakah kita hingga untuk menelepon mereka saja kita tidak sempat? Seberapa sering kita membawa hadiah kecil untuk mereka? Berapa banyak waktu yang kita sempatkan untuk bertanya dan membahas kondisi fisik mereka?

Dan bagi mereka yang orang tuanya sudah tidak ada, sejak kapan Anda terakhir ziarah ke tempat peristirahatan mereka? Sepadat apa aktivitas kita hingga kita tak punya waktu lagi untuk menggumamkan bait-bait doa untuk mereka yang sudah tiada? Sefakir apa kita, hingga untuk bersedekah atas nama mereka saja kita merasa tidak mampu.

Atau mungkin kita lupa, sebesar apa risiko yang akan menimpa kita, ketika kita abai pada mereka. Kita menganggap mereka tidak sepenting urusan kita. Na’udzubillahi min dzalik. (Lintas Priangan)

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. Accept Read More