Hikmah Gerak Lambat

lintaspriangan.com, INSPIRATIF. Saya benar-benar ingin cepat pulang dari tempat ini. Dan, saya tidak akan datang lagi ke sini, ke sebuah ruangan yang tidak terlalu besar, tapi memiliki atap yang tinggi. Ruangan sepi yang didominasi putih. Ruangan ini sebenarnya beranda sebuah rumah sakit terbesar di Bandu. Ya, betul, Ini ruangan beranda Rumah Sakit Hasan Sadikit (RSHS). Ketika itu, sekitar tahun 1980-an.

Sudah dua bulan lebih, setiap hari Minggu saya datang ke tempat ini. Tiba sekitar jam 08.00 pagi, dan pulang sore hari sekitar bada Ashar. Di sini, saya belajar bela diri pencak silat. Kenapa di Rumah Sakit? karena guru silatnya, Pak Asep Tuteng, kebetulan karyawan di RSHS. Begitupun saya, termasuk keluarga RSHS. Ibu saya perawat di rumah sakit ini. Jadi, banyak anak karyawan RSHS yang “dititipkan” di Pak Asep Tuteng untuk belajar pencak silat.

Tapi sudah dua bulan lebih, latihan pencak silat ini terasa sangat membosankan. Selama itu, Pak Asep juga paling datang sebentar-sebentar ke kelompok saya, yang memang masih baru semua. Dia lebih fokus mengajar di kelompok sebelah, yang memang sudah berbalut sabuk senior. Sementara saya dan rekan-rekan newbie, lebih sering diajari oleh kakak seperguruan, yang tentu saja tidak semenarik belajar dengan Pak Asep sebagai guru besar.

Dan yang paling menyebalkan dalam dua bulan tersebut, hanya tiga aktivitas yang kami lakukan. Pertama latihan pernafasan dan berdoa. Ini dilakukan di awal dan akhir latihan. Yang kedua, pemanasan. Gerakannya tak jauh beda dengan senam pagi di sekolah. Dan yang ketiga, ini yang benar-benar di luar ekspektasi, kami dilatih jurus, tapi harus dilakukan dalam gerak lambat!

Sangat membosankan! Mungkin sudah ada belasan jurus, termasuk rangkaian gerakan Ibing Tepak Tilu. Tapi itu tadi, harus dilakukan dengan gerakan lambat. Kami diajari beberapa teknik memukul, menendang, menangkis, termasuk bantingan, lipatan dan jatuhan, tapi dalam gerak lambat. Kalau dicermati, latihankami tak ada bedanya dengan senam manula yang sering saya lihat di halaman besar RSHS setiap minggu pagi.

Dan hari itu, sudah dua bulan lebih, hati saya sudah membulat. Ini latihan saya yang terakhir! Menjemukan sekali.

Usai latihan yang mirip senam manula itu, sebelum kami berdoa dan pulang, kakak perguruan meminta kami duduk melingkar. Kami duduk bersila dengan kaki kanan di atas, sebagai simbol kebaikan akan selalu menang. Lingkaran kami harus rapi, karena Pak Asep akan menemui kelompok kami. Ada hal penting yang akan disampaikan beliau.

“Mulai minggu depan, latihan kalian jadi dua kali dalam seminggu. Tolong datang hari Kamis sore dan Minggu seperti biasa.” Demikian pesan yang disampaikan langsung oleh Pak Asep.

Ternyata, kemampuan kami, kelompok anak-anak yang baru dua bulan ini, akan dipertontonkan di acara ulang tahun RSHS yang digelar setiap pertengahan Oktober. Saat itu juga, kami langsung dibagi tugas. Ada yang kebagian tampil ibing, ada yang tampil jurus beregu, bahkan ada juga yang akan tampil dalam demonstrasi pemecahan benda keras sepertu batu bata dan kikir.

Saya juga termasuk yang akan ditampilkan di panggung besar ultah RSHS, tapi hati saya masih tetap meragu. Sama sekali tak tertarik. Bagaimana mungkin penampilan saya akan keren, latihannya saja cuma gerak lambat. Alih-alih membanggakan, jangan-jangan malah memalukan. Hingga sebuah kalimat dari Pak Asep, seketika mebalikkan keraguan itu jadi keyakinan yang membulat.

“Mulai minggu depan, kalian sudah mulai berlatih speed dan power, kecepatan dan kekuatan. Tolong kuasai dengan baik latihan gerak lambat yang selama ini kalian dapat. Kalau kalian sudah menguasai sebuah jurus secara sempurna dalam gerakan lambat, kalian akan merasakan manfaat dari setiap detil jurus tersebut, bahkan ketika kalian lakukan dengan cepat dan kuat!”

Untuk mendapat hasil yang memuaskan, akan selalu butuh proses dan kesabaran. (Lintas Priangan)

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. Accept Read More