lintaspriangan.com, INSPIRATIF. Anda wartawan? Atau aktivis LSM? Tulisan ini mungkin cocok untuk Anda baca. Karena selama ini, kabarnya Anda sering memburu koruptor. Jika hari ini Anda masih sibuk dengan urusan tersebut, mungkin ada baiknya segera Anda hentikan. Kenapa? Ada banyak alasan, kenapa berburu koruptor di negeri yang sangat kita cintai ini, sebaiknya disudahi.
Pertama. Karena faktanya, korupsi itu bukan perkara kesempatan, tapi masalah giliran. Pada waktunya, semua akan mencicipi hasil korupsi. Jadi untuk apa kita mencari sesuatu yang sebenarnya marak di setiap jengkal negeri ini. Berburu sesuatu yang sebenarnya lalu-lalang di depan hidung, tapi sulit Anda tangkap. Mayoritas pengelola uang rakyat, sedikit atau banyak, pasti mereka pernah korupsi. Ini lantaran korupsi sudah sedemikian sistemik. Mungkin 7 dari 10, atau 9 dari 10, atau jangan-jangan 10 dari 10, persentase koruptor di tubuh para penyelenggara negara. Berani menyangkal? Coba jawab. Yakin tidak pernah memanipulasi uang GU? Atau maling sebagian uang perjalanan dinas? Belanja bodong ATK dan Mamin? Nyomot uang duduk? Kalau benar-benar bersih dari semua itu, ayo buktikan dengan mubahalah, atau setidaknya sumpah pocong! Berani? Pasti tidak. Karena pernah, atau bukan mustahil doyan! Ini baru tentang korupsi yang urusannya langsung dengan cuan. Apalagi kalau dikembangkan pada korupsi waktu misalnya. Dijamin lebih parah.
Kedua. Untuk apa memburu koruptor? Mau dipenjarakan? Ini pemikiran yang sangat keliru. Kapasitas penjara yang ada di negeri ini tidak akan muat. Bahkan roda pemerintahan akan berhenti total, karena nanti mayoritas atau bahkan semua penyelenggara negara harus dibui. Tak terkecuali kepala lembaga pemasyarakatan dan para sipirnya. Karena itu, sudahi saja perjuangan memenjarakan koruptor. Itu sama saja dengan membunuh negara yang kita cintai.
Ketiga. Berburu koruptor sebenarnya berburu hal yang fiktif, karena sebenarnya tidak ada koruptor di negeri ini. Setiap kali drama penangkapan koruptor ditayangkan, sama sekali tidak pernah diakui mereka adalah pejabat atau penyelenggara negara yang korup. Semua itu hanya dianggap segelintir oknum. Mau menteri, gubernur, anggota dewan, hakim, jaksa, polisi, bupati, walikota, kepala dinas, camat, sampai lurah dan kepala desa, sama sekali tidak ada yang korupsi. Mereka semuanya kebal dari label koruptor. Karena yang diborgol bukan mereka, tapi oknum. Karena itu penjara tidak pernah membuat jera. Hukum di negeri ini hanya memberi sanksi pada oknum, bukan para koruptor.
Keempat. Kenapa juga koruptor harus diburu? Konon kabarnya, karena memperkaya diri sendiri? Ini juga keliru. Koruptor itu harus dilestarikan, karena mereka umumnya memperjuangkan kenyamana keluarga, komunitas, kerabat, partai dan orang-orang dekatnya. Mereka tidak mementingkan diri sendiri. Mereka korupsi, demi membahagiakan banyak orang di sekitarnya. Karena itu seharusnya dibalik, selain dilestarikan, koruptor sebaiknya dianak-pinakan, biar lebih banyak orang yang turut bahagia.
Kelima. Koruptor harus diburu, karena perilaku korupsi itu menyengsarakan. Lagi-lagi, ini fikiran yang keliru. Mana ada korupsi bikin miskin, justru korupsi bikin tiba-tiba kaya raya.
Sudahlah. Terlalu berat untuk memburu mereka. Saat mereka kepergok korupsi, senyum mereka jadi sangat manis. Mereka telpon kita, ajak kita ngopi dan diskusi. Kita pun luluh, semata-mata karena kasihan, koruptor juga punya anak istri. Tapi ketika kita luluh itulah, gaya mereka lagi-lagi belagu.
Lebih baik mulai sekarang, cukup bentangkan jarak antara kita dengan mereka. Urusan korupsi, biarlah Tuhan yang urus.