Belajar dari Anjing

lintaspriangan.com, INSPIRATIF. “Dasar Anjing!”, “Anjing kau!”, “Si Anjing!”, adalah beberapa contoh kalimat, yang menggambarkan betapa kehinaan dan kebencian seringkali disematkan pada anjing. Sepertinya, tak ada kebaikan pada hewan berkaki empat ini. Padahal, mustahil Tuhan menciptanya, jika tak ada manfaatnya. Seperti kisah di bawah ini, yang bisa membuat manusia merenung, lalu berkesimpulan: “Kita harus berlajar dari Anjing”.

Kisah ini bermula ketika melihat seekor anjing yang sedang mengendus-ngendus semua yang ia temui di tanah. Ia lapar. Ia sedang mencari makanan. Tanah, kerikil, batu, rumput, apapun yang ia temui, bahkan tumpukan sampah, ia endus semuanya, berharap mendapatkan aroma sedap yang bisa dia santap.

Lalu tanpa sadar, langkah anjing itu masuk ke halaman rumah warga. Sontak saja, pemilik rumah langsung mengusir anjing tersebut dengan teriakan: “Huss!”. Anjing itu terkaget-kaget. Tapi dia tak langsung menyingkir, dia malah memandangi si pemilik rumah.

Merasa tak dihiraukan, si pemilik rumah kemudian mengambil batu. Lalu ia bertingkah seolah akan melempar batu tersebut, meski sebetulnya tidak ia lemparkan. Dan ternyata, berhasil! Anjing itu lari ketakutan.

Dan tahukah kamu? Kenapa anjing itu lari? Sekedar dibentak oleh pemilik rumah, ia masih bisa bertahan. Tapi ketika si pemilik rumah mengambil batu, ia lari terbirit-birit. Berarti, anjing itu takut sama batu? Salah!

Ya. Salah besar jika kita mengira anjing tadi lari karena batu. Ia bukan takut oleh batu. Bukankah sebelumnya ia mengendus-ngendus banyak batu? Apa bedanya batu yang ia endus sebelumnya dengan batu di tangan pemilik rumah? Itu dia. Yang menakutkan bukan batu. Tapi yang memegang batu. Yang membuat dia lari bukan batu. Tapi karena anjing itu faham, di tangan penggenggamnya, batu bisa menjadi hal yang menyakiti dirinya. Ia faham betul, batu tak bisa bergerak sendiri. Tapi tangan yang menguasai batu itu, bisa membuat batu melesat secepat kilat, menghantam dan melukai tubuhnya.

Itu anjing. Hewan yang seringkali kita identikkan dengan serapah dan kehinaan. Tapi dia tau, dia tak perlu takut pada batu. Yang harus ia takuti adalah penguasa batu.

Kita, manusia, kerapkali takut dengan batu, dan lupa pada penguasa batu. Kita takut miskin. Kita takut hina. Kita takut rendah. Kita juga takut lapar. Padahal, semua itu tak lebih dari batu. Semua itu tak akan pernah menyerang kita, ketika Sang Penguasa tak mengizinkannya. Kita terlalu sibuk ketakutan dengan miskin, hina, rendah dan lapar. Tanpa berusaha membujuk Yang Menggenggam semua itu.

Hari ini, kita belajar dari anjing. Kita harus lebih fokus pada Penggenggam Batu, bukan pada batunya. (Lintas Priangan)

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. Accept Read More