lintaspriangan.com. BERITA DAERAH. Pada bulan Rabbiul Awal atau bulan Mulud, masyarakat Kecamatan Panjalu akan menggelar Upacara Adat Nyangku. Kegiatan ini dijadwalkan berlangsung pada hari Senin, 30 September 2024.
Upacara tersebut merupakan tradisi yang diadakan untuk membersihkan benda-benda peninggalan Prabu Sanghyang Borosngora dan para Raja Panjalu, serta Bupati terdahulu. Dalam tradisi ini, masyarakat Panjalu tidak hanya sekadar mengingat sejarah, tetapi juga menghayati makna dari upacara tersebut.
Menurut salah satu tokoh masyarakat setempat, upacara adat nyangku ini adalah bentuk penghormatan kepada Prabu Sanghyang Borosngora.
Masyarakat meyakini bahwa upacara ini memiliki nilai-nilai kebaikan yang dapat diambil pelajaran. Dengan membersihkan benda pusaka, mereka juga melakukan introspeksi diri atas kesalahan-kesalahan yang mungkin telah diperbuat. Hal ini menunjukkan bahwa Nyangku tidak hanya sekadar ritual, tetapi juga sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Tuhan.
Rangkaian prosesi Upacara Adat Nyangku dimulai dengan pengambilan air keramat. Masyarakat akan mengambil air dari paling sedikit tujuh mata air yang tersebar di sekitar desa.
“Mata air yang kami ambil adalah sumber-sumber yang dipercaya sebagai petilasan Prabu Sanghyang Borosngora,” ungkap salah satu panitia.
Mata air tersebut, seperti Situ Lengkong dan Karantenan, dipercaya memiliki khasiat yang khusus untuk upacara ini.
Setelah pengambilan air, air keramat tersebut akan disimpan di tempat khusus. Proses tawasul pun dilakukan, di mana para santri mengucapkan doa selama 40 hari sebelum pelaksanaan upacara.
“Kami percaya bahwa doa yang dipanjatkan selama 40 hari akan memberikan berkah pada acara ini,” kata seorang santri.
Pada malam sebelum upacara, diadakan pengajian dan pembacaan Sholawat Nabi di Pasucian “Bumi Alit. Kegiatan ini tidak hanya sebagai persiapan spiritual, tetapi juga sebagai kesempatan untuk berkumpulnya masyarakat.
“Kami merayakan kebersamaan ini dengan menampilkan seni tradisi Gembyung dan Debus,” ujar seorang seniman lokal.
Ketika hari upacara tiba, prosesi dimulai dengan pengambilan benda-benda pusaka dari Pasucian “Bumi Alit. Benda pusaka tersebut akan dikirab menuju Pulau Nusa Gede.
“Kami menggendong benda pusaka seperti menggendong bayi, sebagai tanda penghormatan,” jelas salah satu keturunan Raja Panjalu. Ini menunjukkan betapa dalamnya rasa hormat masyarakat terhadap warisan budaya mereka.
Setelah kirab, benda pusaka dibawa ke Taman Borosngora untuk ritual pembersihan.
Di alun-alun Panjalu, benda-benda pusaka tersebut dicuci dengan air kembang dan diberi wangi-wangian, dihadiri oleh masyarakat yang ingin menyaksikan.
“Melihat ritual ini membuat kami merasa lebih dekat dengan sejarah dan leluhur kami,” kata seorang warga setempat.
BACA JUGA: Dukungan Kak SetoTerhadap Pembentukan Direktorat PPA-PPO oleh Kapolri
Setelah selesai, benda-benda pusaka tersebut akan diarak kembali ke Pasucian “Bumi Alit.”
Upacara Adat Nyangku bukan hanya menjadi warisan budaya, tetapi juga memberikan dampak positif terhadap perekonomian masyarakat. “Dengan adanya kegiatan ini, kami berharap dapat meningkatkan perekonomian di sekitar Panjalu,” ungkap seorang pelaku usaha lokal.
Melalui Upacara Adat Nyangku, masyarakat Panjalu tidak hanya merayakan warisan budaya, tetapi juga memperkuat ikatan sosial dan meningkatkan kesadaran akan pentingnya menjaga sejarah. (FT Santoso/lintas priangan.com)