lintaspriangan.com, BANG SUFI. Gibran mewarisi darah titisan Pakde Jokowi. Orang-orang pintar terhipnotis dan mendadak menjadi bodoh. Gibran yang masih anak bawang diberi karpet merah menuju kursi kekuasaan.
Tentu saja dengan cara bedah Caesar, dia anak hasil bedah konsitusi yang jelas-jelas dipaksa lahir prematur. Di mata para purnawirawan, dia anak haram konstitusi. Dari sisi umur aslinya belum waktunya naik tahta, namun berkat dukungan putusan sang Paman di Mahkamah Konstitusi, Gibran melenggang tanpa ada perlawanan.
Dari rekam jejak digital Gibran diketahui, sejatinya dia bukan anak asuh Prabowo. Dia diasuh para Resi Durna gaek yang bergaya nasionalis tapi kekayaan negeri dia sedot lewat aneka perusahaan terselubung.
Kakek Durna ini yang pasang badan sejak Jokowi berkuasa. Berwajah patriotik tapi kekayaan alam Indonesia berpindah ke negeri sebelah. Namun kamuflasenya indah sekali sehingga tak terlihat sebagai komprador bangsa asing.
Rupanya perjalanan Gibran yang tak biasa ini mendapat perhatian dari jenderal sepuh berusia 90 tahun lebih. Beliau adalah Jenderal Tri Sutrisno yang bersama Forum Purnawirawan TNI mengusulkan agar Gibran diturunkan dari kursinya.
Suksesi ala Keris Empu Gandring diterapkan oleh Jokowi sejak awal. Coba amati jejaknya, pertama dia potong dulu aturan di MK, kemudian dibuat jalan menuju singgasana, dengan memaksakan segala aturan yang terlibat agar terlihat legal dan konstitusional. Namun Dewan Jenderal yang disepuhi Jenderal Tri Sutrisno mencium aroma Keris Empu Gandring akan memangsa seorang pemimpin dari jenderal kopassus.
Firasat buruk Dewan Jenderal versi Purnawirawan ini yang mendasari mereka melakukan aksi gembosi Gibran. Bagi para mantan penyandang bintang itu, suksesi ala Ken Arok dengan Keris Empu Gandring ini sudah di pelupuk mata.
Jika konstitusi bisa diakali untuk memuluskan Gibran naik tahta, apakah tidak mungkin menurunkan Gibran melalui bedah konstitusi. Ketua MK harus dipegang oleh Paman Didit agar permainan seimbang. Bagaimanapun anak Prabowo juga perlu eksistensi bukan sekadar pemanis istana.
Seperti ada matahari kembar di Indonesia. Beberapa menteri Kabinet Merah Putih sowan ke Solo, kemudian pada hari lain para perwira dan calon perwira polisi sowan ke kediaman Jokowi.
Apakah ini hanya sowan biasa tanpa ada misi ala Keris Empu Gandring yang haus darah kekuasaan? Apakah kedatangan Jokowi pada acara sekolah perwira polisi hanya sekadar ramah tamah? Tidak! Dia sedang membangun jaringan Dewan Jenderal ala Nyoto. Apalagi ini dilakukan Jokowi saat dia diteror ijazah palsu yang digoreng oleh lawan politiknya. (Lintas Priangan)