lintaspriangan.com, BANG SUFI. Mati segan tapi hidup pun enggan. Itulah nasib Bumdes di Kabupaten Ciamis. Ratusan Bumdes di ambang sakaratul maut. Penyertaan modal dari dana desa tak membuat Bumdes tumbuh sehat. Makin hari makin kurus dan tak terurus.
Kepala desa terbebani karena modal yang digelontorkan tidak menghasilkan PADs. Bukan salah bunda mengandung, tapi salahnya bapak yang tak pandai mengurusnya.
Para pengurus Bumdes tidak menguasai manajemen bisnis dan tak bisa menangkap peluang. Bahkan produk Bumdes kalah bersaing dengan warung tetangga sebelah. Bumdes menjadi kuburan modal dana desa.
Siapakah biang kerok kebangkrutan Bumdes? Kalau melihat SDM yang ada di desa, jelas para pengelola Bumdes tidak punya kompetensi yang mendukung. Inilah yang memicu kebangkrutan karena salah kelola.
Pemerintah tidak hadir dalam suasana menjelang ajal Bumdes. Tiba-tiba sabda sang Presiden Prabowo agar membentuk Koperasi Merah Putih. Tak ada panas dan tak ada hujan mendadak seluruh Indonesia harus membentuk Koperasi Merah Putih.
Untuk Kabupaten Ciamis, Bupati Ciamis Herdiat Sunarya langsung naik tensi. Pasalnya tidak ada anggaran untuk biaya notaris dalam pendirian Koperasi Merah Putih.
Parahnya lagi, biaya Koperasi Merah Putih ini dibebankan kepada dana desa. Pemerintah pusat tidak memberikan subsidi dana untuk pendirian Koperasi Merah Putih.
Kepala bisa pecah. Sedang defisit dan efisiensi anggaran, tiba-tiba ada program yang tidak dianggarkan harus digarap serentak.
Dulu pernah ada Koperasi Unit Desa kemudian mati permanen. Usai KUD ada Bumdes tapi nasibnya sama, mati suri dan tak siuman. Apakah nasib Koperasi Merah Putih akan lebih baik atau menyusul para seniornya?
Postur anggaran desa semakin kerempeng jika harus membiayai Koperasi Merah Putih dan Bumdes sekaligus. Pilihan paling rasional adalah mematikan Bumdes yang tidak produktif. (Lintas Priangan)