Berita Pangandaran

Pelabuhan Majingklak: Aset Strategis untuk Bangkitkan Ekonomi Pangandaran

lintaspriangan.com, BERITA PANGANDARAN. Pelabuhan kecil Majingklak di muara Sungai Citanduy bukan sekadar dermaga tua bagi penduduk pesisir Pangandaran. Ia adalah urat nadi ekonomi yang setiap harinya menopang hidup nelayan, pedagang ikan, pengangkut, serta ratusan usaha mikro di sekitarnya. Walau akses jalan bagus, namun hari ini Majingklak lebih sering menjadi simbol kesempatan yang terlewat. Infrastruktur minim, padahal modal alam dan posisi strategisnya bisa jadi mesin penggerak ekonomi lokal yang nyata.

Data resmi menunjukkan struktur ekonomi Pangandaran masih bergantung pada kombinasi sektor primer dan jasa. Agregat Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Pangandaran menunjukkan kenaikan berkelanjutan selama dekade terakhir, dengan nilai PDRB yang pada 2023 tercatat sekitar Rp14,256 triliun (harga berlaku). Sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan tercatat sebagai komponen besar dalam struktur ekonomi kabupaten. Studi analitis juga menempatkan sektor ini sebagai salah satu pengungkit utama karena nilai multiplikatornya yang tinggi. 

Namun ada nuansa penting. Kontribusi tangkap ikan (capture fisheries) terhadap total PDRB lokal relatif kecil. Rata-rata sekitar 0,97% pada periode tertentu. Sebuah sinyal bahwa potensi laut belum termonetisasi secara optimal untuk meningkatkan kesejahteraan luas. Artinya, memperkuat fungsi pelabuhan tidak otomatis soal menaikkan angka produksi laut semata, melainkan menguatkan rantai nilai: penyimpanan, pengelolaan, pasar, akses logistik, dan pariwisata terkait.

Di level provinsi, data PDRB sektoral Jawa Barat menunjukkan bahwa subsektor kelautan dan perikanan nasional menghadapi dinamika tersendiri. Pertumbuhan sektor perikanan nasional melambat pada 2024, yang menuntut intervensi lokal terukur agar daerah pesisir seperti Pangandaran tidak tertinggal. Intervensi itu harus menempatkan pelabuhan lokal sebagai platform transformasi ekonomi, bukan sekadar titik bongkar muat atau dermaga penyeberangan semata. 

Apa yang harus dilakukan? Pertama, infrastruktur dasar: dermaga beton tahan abrasi, cold storage sederhana untuk menjaga kualitas ikan, dan fasilitas umum seperti lahan parkir. Investasi semacam ini bisa meningkatkan harga jual hasil tangkap dan menurunkan rugi pascapanen, dampak langsung pada pendapatan rumah tangga nelayan. Kedua, integrasi fungsi pelabuhan dengan layanan pengolahan mikro (unit pengalengan/fillet skala UKM) yang dapat menambah nilai, memperpanjang umur simpan produk, serta membuka segmen pasar baru. Ketiga, sertifikasi kualitas dan pasar, memfasilitasi akses ke pemasok regional atau jaringan hotel/restoran agar pasar tidak bergantung pada perantara yang menekan margin petani dan nelayan. Keempat, pendekatan heritage & eco-tourism: memadukan revitalisasi pelabuhan dengan rute wisata pesisir akan menambah arus ekonomi non-musiman. Rekomendasi ini sejalan dengan temuan riset tentang multiplikator sektor agraria dan kelautan di Pangandaran.

Kebijakan tanpa data adalah petuah kosong. Pemerintah daerah dan provinsi perlu merilis rencana investasi terukur, estimasi biaya, target penciptaan lapangan kerja, dan indikator kinerja serta membuka ruang partisipasi warga. Bappeda dan Dinas Kelautan bisa mengadopsi model local procurement dan program inkubasi UKM untuk memastikan dampak ekonomi terdistribusi. Lembaga riset lokal dan museum maritim juga dapat diberdayakan untuk mengangkat nilai sejarah Majingklak sebagai daya tarik pelengkap. 

Majingklak bisa menjadi lebih dari dermaga tua. Ia bisa jadi simpul ekonomi berkelanjutan. Tapi itu butuh keputusan politik dan investasi nyata sekarang, sebelum infrastruktur rusak menjadi alasan permanen bagi keterpinggiran. Menyambungkan kembali nadi ekonomi Majingklak berarti memberi peluang bagi ratusan keluarga untuk hidup lebih layak, dan itu bukan sekadar soal pelabuhan, melainkan soal masa depan sebuah komunitas pesisir. (Lintas Priangan/Arrian)

Related Articles

Back to top button