Di Usia ke-74, Nenek di Ciamis Ini Raih Ijazah SMP

lintaspriangan.com, BERITA CIAMIS. Di sebuah rumah sederhana di Dusun Goler, Desa Beber, Ciamis, seorang perempuan renta duduk menatap lembar ijazah yang baru saja ia terima. Tangan tuanya gemetar, namun senyum di wajahnya tak terbendung. Namanya Imas Patimah. Usianya 74 tahun. Tapi pagi itu, ia bukan sekadar seorang nenek—ia adalah lulusan setara SMP, simbol hidup dari semangat belajar yang tak mengenal usia.
Hari itu, Senin, 30 Juni 2025, di GOR Desa Beber, ratusan orang berkumpul dalam acara tasyakur kelulusan pendidikan kesetaraan Paket B dan C. Di antara 299 warga belajar yang dinyatakan lulus, nama Nenek Imas paling sering disebut. Bukan karena nilainya tertinggi. Bukan pula karena prestasi akademik yang mencolok. Tapi karena ia membuktikan satu hal yang banyak dilupakan orang: bahwa belajar bukanlah milik anak muda semata.
Awalnya, Imas hanya ingin mengisi waktu luang. Anak-anaknya telah dewasa dan sukses, salah satu cucunya kini kuliah di Surabaya. Ia hidup seorang diri. Sunyi. Tapi ketika program pendidikan kesetaraan hadir lewat PKBM Hikmah dan gerakan Jawara Gemas, semangat yang lama redup kembali menyala.
“Awalnya saya malu, tapi saya pikir, kenapa tidak? Saya belajar dari nol. Dari baca-tulis, sampai bikin kerajinan tangan. Rasanya hidup saya jadi lebih segar,” ujarnya sambil tertawa kecil. Matanya berbinar, seperti gadis kecil yang baru saja naik kelas.
Setiap minggu, ia berjalan kaki menuju PAUD terdekat. Duduk di antara peserta yang usianya bisa seperempat dari dirinya. Ia mendengar, mencatat, bertanya. Ia tidak sekadar datang untuk lulus—ia datang untuk hidup kembali.
Pendidikan sebagai Jalan Pulang
Program pendidikan kesetaraan di Desa Beber bukan sekadar kegiatan belajar. Ini adalah gerakan. Gerakan yang lahir dari kepedulian Kepala Desa Beber, Miftah Shofa, dan sang istri, Erni. Bersama tim PKK dan PKBM Hikmah, mereka menciptakan ekosistem belajar yang inklusif. Semua orang, siapa pun, bisa menjadi murid. Tidak peduli usia, latar belakang, atau masa lalu.
Ketua PKBM Hikmah, Dewi, menyebut bahwa sistem belajar mereka memang fleksibel: kombinasi tatap muka, pembelajaran mandiri, dan tutorial terbimbing. “Kami tahu tidak semua warga bisa belajar dengan cara yang sama. Maka kami sesuaikan,” ucapnya.
Dari 299 peserta yang lulus tahun ini, 111 di antaranya Paket B dan 188 Paket C. Namun nama Imas Patimah tetap jadi bintang. “Semangat Bu Imas adalah inspirasi. Pendidikan bukan soal usia, tapi tentang tekad dan harapan,” kata Dewi.
Anak Kambing dan Cita-Cita yang Tak Terbatas
Program Jawara Gemas memang unik. Salah satu terobosannya adalah memberikan anak kambing kepada anak-anak yang mulai sekolah. Simbol sederhana ini menjadi tanda tanggung jawab, harapan ekonomi, dan keberlanjutan. Tahun ini, tiga anak telah menerima bantuan itu.
“Ini bukan sekadar bantuan. Ini komitmen. Kami ingin membangkitkan semangat orang tua. Bahwa sekolah bukan beban, tapi bekal masa depan,” ujar Erni, penggagas program, dengan mata berkaca-kaca. Sejak 2002, ia bermimpi menjadikan Desa Beber sebagai desa pendidikan. Kini, mimpi itu mulai menjelma nyata.
Ijazah untuk Diri Sendiri
Bagi Nenek Imas, ijazah yang kini ia genggam bukan untuk mencari pekerjaan. Bukan pula demi gelar atau pengakuan. Itu hadiah untuk dirinya sendiri. Sebuah pencapaian personal yang tak ternilai harganya.
“Cita-cita saya belum selesai. Saya ingin punya ijazah SMA sebelum benar-benar pensiun,” ucapnya mantap.
Dan kita percaya, jika semangatnya tak padam, maka ijazah itu bukan lagi impian.
Di tengah hiruk pikuk dunia yang sering terburu-buru, kisah Nenek Imas adalah pengingat sunyi bahwa belajar adalah hak setiap insan. Dan Desa Beber telah menunjukkan: perubahan besar bisa dimulai dari langkah kecil, dari satu perempuan tua yang berani membuka buku di usia senja. (Lintas Priangan/Nank)
 



 
						


