Cimahi Gelar Tes Urine ASN, BNN Siapkan Langkah Rehabilitasi

Tes urine ASN Cimahi menyasar seluruh pegawai untuk menjaga integritas birokrasi dan kualitas pelayanan publik.
lintaspriangan.com, BERITA BANDUNG – Pemerintah Kota Cimahi memulai pemeriksaan tes urine ASN sebagai langkah memastikan kualitas pelayanan publik tetap berlandaskan integritas. Pada hari pertama, sekitar 400 pegawai dijadwalkan mengikuti pemeriksaan. Hanya 350 orang yang hadir. Pemkot Cimahi menegaskan tidak ada pengecualian, seluruh ASN akan tetap diperiksa sampai selesai.
Wali Kota Cimahi Ngatiyana menyampaikan bahwa program tes urine ASN dilakukan karena birokrasi tidak dapat berjalan baik jika aparatur publik terpengaruh narkoba. Integritas dianggap pondasi pemerintahan modern yang menentukan apakah pelayanan publik melangkah maju atau stagnan. Pemeriksaan akan dilakukan dua hari, bekerja sama dengan Badan Narkotika Nasional (BNN) untuk menjaga objektivitas.
Pemeriksaan Tes Urine ASN untuk Menjamin Integritas
Tes urine ASN dimulai Senin dengan target 400 pegawai. Menurut Ngatiyana, ketidakhadiran 50 ASN pada hari pertama tidak menghentikan proses. Mereka tetap diminta ikut, bahkan jika harus dijadwalkan ulang. Tujuannya jelas: memastikan seluruh aparatur pemerintahan bersih dari penyalahgunaan narkoba.
“Jika hari ini jadwal 400 orang, yang hadir hanya 350 orang, 50 orang tetap kita kejar. Jika nanti hasilnya kurang bagus, diulangi lagi sampai ketemu mengonsumsi atau tidak,” kata Ngatiyana.
Pemkot Cimahi menambahkan pemeriksaan tidak dilakukan simbolik atau sekadar formalitas. Tes urine ASN menjadi standar etika internal agar pegawai publik tidak kehilangan kepercayaan masyarakat. Pemeriksaan juga melibatkan BNN untuk memastikan proses dan hasil tidak dimanipulasi. Petugas BNN menangani pengumpulan sampel, pengawasan, dan tindak lanjut terhadap kasus positif.
Baca juga: Bupati Tasikmalaya Minta Percepatan Realisasi Program dan Kegiatan
BNN Kota Cimahi menegaskan fokus penanganan adalah rehabilitasi, bukan sanksi semata. Kepala BNN Cimahi Yulius Amra menyebut seluruh ASN Cimahi pada tahun sebelumnya dinyatakan bersih dari narkoba. Tes ulang tetap dilaksanakan untuk memastikan tidak ada celah baru.
“Tujuannya agar ASN tetap patuh tidak menggunakan narkoba. Narkoba berbahaya bagi diri, dan berbahaya untuk pekerjaannya,” ujar Yulius.
BNN juga memastikan proses analisis disertai verifikasi medis. Pegawai yang sedang menjalani pengobatan tertentu tidak serta-merta dianggap positif tanpa pemeriksaan lanjutan. Langkah ini dirancang untuk mengeliminasi kemungkinan manipulasi hasil.
Integritas ASN dan Dampak Pelayanan Publik
Tes urine ASN bukan sekadar pemeriksaan internal. Program ini menyentuh isu yang lebih luas: kepercayaan publik terhadap birokrasi. Aparatur yang terindikasi narkoba akan mengalami penurunan kemampuan kerja, kehilangan fokus, dan berpotensi melakukan tindakan maladministrasi. Dalam kondisi layanan publik yang terus menuntut kecepatan, aparatur yang tidak stabil menjadi risiko administratif.
Baca juga: Propemperda dan APBD 2026 Disepakati, Ini Fokus Kebijakan Pemkab Ciamis
Birokrasi modern tidak hanya ditentukan kompetensi teknis, tetapi karakter pegawai sebagai pelayan publik. Ketika ASN bersih narkoba, pemerintah kota memiliki pijakan kuat untuk menjalankan reformasi birokrasi. Cimahi menempatkan pemeriksaan ini pada level strategis: memastikan seluruh pegawai layak menjalankan mandat pelayanan.
Di banyak daerah, pemeriksaan narkoba ASN sering muncul setelah kasus besar atau tekanan opini publik. Cimahi mengambil pendekatan berbeda: antisipasi, bukan reaksi. Pemeriksaan rutin menutup ruang kompromi yang bisa merusak kultur birokrasi.
Tes urine ASN juga mengirim pesan ke lingkungan internal: status pegawai negeri tidak memberikan kekebalan. Aturan berlaku sama bagi semua. ASN yang menolak pemeriksaan wajib dipanggil kembali. ASN yang menyembunyikan konsumsi medis tertentu tetap mendapat penilaian berdasarkan informasi medis valid.
Di titik ini, kebijakan Cimahi menunjukkan konsekuensi administratif jelas. Aparatur publik adalah titik kontak pertama warga. Kualitas mereka menentukan kualitas pelayanan. Integritas ASN menjadi sinonim stabilitas birokrasi.
Pengawasan BNN dan Mekanisme Tindak Lanjut
BNN memainkan peran kunci dalam memastikan tes urine ASN tidak menjadi formalitas. Proses pengawasan dilakukan berlapis. Sampel ditangani petugas profesional. Jika ditemukan indikasi positif, analisis berlanjut ke pemeriksaan lebih mendalam. ASN yang terindikasi tidak serta-merta dipecat; BNN menerapkan pendekatan rehabilitasi terlebih dahulu.
Prinsip ini bukan sekadar kelembutan administratif. Pemulihan dianggap bagian dari penguatan aparatur. ASN yang kembali pulih masih bisa menjalankan tugas publik, tetapi dengan catatan evaluasi berkelanjutan. Kebijakan ini juga menjaga citra pemerintah: ASN bukan korban stigma, melainkan bagian dari program pemulihan nasional.
BNN menegaskan tidak ada ruang manipulasi hasil. Aparat yang mengaku sedang pengobatan tetap diuji. Keabsahan data medis menjadi dasar. Jika ditemukan penyimpangan, ASN mendapat pendampingan medis sampai dinyatakan layak bekerja kembali. (MD)




