Jalan yang Berbeda, dari Kenangan yang Sama

lintaspriangan.com, INSPIRATIF. Seperti pada awalnya, di antara kita, tak ada yang saling mengenal. Hanya nama-nama asing yang berdiri sendiri dalam sunyi masing-masing. Namun waktu, dengan segala misterinya, mempertemukan langkah-langkah yang tak sengaja bersinggungan. Dari tidak kenal menjadi akrab, dari akrab menjadi keluarga. Dan tanpa disadari, kita sempat menjadi bagian dari satu kisah yang sama.
Kita pernah melalui banyak hal. Bukan hanya tentang perjalanan dan perjuangan, tapi juga tentang tumbuh dewasa bersama. Tentang belajar mengalah, tentang menahan ego, tentang saling menguatkan dan saling menempa diri, saat dunia seakan berlari lebih cepat dari kaki kita. Kita belajar menjadi manusia—lewat cerita satu sama lain.
Ada malam-malam panjang yang kita habiskan dengan tawa, ada pagi yang kita sambut bersama sambil memikul lelah yang belum sempat reda. Kita pernah memimpikan masa depan dengan mata terbuka lebar. Dengan semangat yang tak pernah takut pada apa pun. Karena kita percaya, selama bersama, segalanya mungkin. Setidaknya ketika itu begitu.
Namun hidup, seperti sungai, mengalir ke banyak arah. Satu per satu kita terbawa arus, atau bahkan membuat arus. Ada yang melesat tinggi, menjelajah dunia baru. Ada yang memilih diam di tempat yang tenang. Ada pula yang terjatuh, dan mungkin tak semua bisa bangkit dengan mudah.
Waktu memang mengikis jarak. Membuat percakapan berhenti. Foto-foto usang masih ada beberapa, tapi tak lagi diperbarui. Tentu, bukan karena benci. Bukan karena luka. Tapi karena hidup memang seperti itu—memisahkan yang dulu dekat, hingga senyap tanpa suara.
Dan sejak itu, kita adalah nama-nama yang tak lagi muncul di notifikasi gadget kita. Yang mungkin tak lagi diingat saat ulang tahun datang. Atau bahkan sudah benar-benar dilupakan.
Tapi kenangan tak pernah benar-benar mati. Ia tinggal di sudut hati yang tenang. Menjadi pengingat bahwa pernah ada masa di mana kita saling menjaga.
Tulisan sederhana ini ingin mengajak kita berhenti sejenak. Menoleh sedikit ke belakang. Bukan untuk meratapi, tapi untuk sedikit tersenyum, sembari menggali hikmah dari semua yang kita lakukan dulu. Semoga jejak kebersamaan yang pernah menguatkan kita, memapah langkah kita untuk seirama, menjadi penutup luka lama.
Dan jika hari ini kita tak lagi bisa bertukar kabar, setidaknya gumamkan sebait doa. Untuk sahabat-sahabat yang dulu pernah jadi rumah, jadi tempat kembali dan berbagi.
Doakan baik-baik saja. Di manapun berada. Dalam kondisi apa pun. Tetap kuat, tetap utuh, dan tetap berjalan menuju kebaikan.
Karena sejatinya, persahabatan tak diukur dari seberapa sering kita berjumpa. Tapi dari seberapa dalam kita pernah saling mengisi, dan seberapa tulus kita masih mendoakan, meski dalam diam. (Lintas Priangan/AA)



